TUGAS MAKALAH
“Surah Al-Fathir
ayat 27 dan 28”
Diajukan Untuk
Didiskusikan Dalam Mata Kuliah Tafsir Ayat Tarbawi
DOSEN PENGAMPU:
Mubaidilah.S.Th.I.MA
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4:
YULI NOFRIANI
WISMA RINI
TAUFIK ISKANDAR
(SEMESTER 4 PAI B)
STAI YASNI MUARA BUNGO
TAHUN AKADEMIK 2015
KATA
PENGANTAR
Segala puji kami hantarkan kehadirat Pencipta dan
Pemilik alam semesta Allah SWT. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada manusia paling sempurna Nabi Muhammad SAW para sahabat dan seluruh
umatnya.
Berkat pertolongan Allah SWT kami mampu
menyelesaikan penyusunan makalah tentang Tafsir Surat al-Fathir Ayat 27 dan 28 yang
kami susun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Tafsir Tarbawi. Kami harapkan
makalah ini bisa membantu teman – teman untuk mengenal dan dapat untuk mendalaminya
lebih jauh.
Kami penyusun makalah ini menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan di sana, Oleh karena itu
kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan penyusunan
makalah yang akan datang.
Penyusun,1
april 2015
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR
ISI...................................................................................................................... ii
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang........................................................................................ iii
1.2 Rumusan
Masalah.................................................................................... iii
1.3 Tujuan………………………………………………….......................... iii
BAB
II PEMBAHASAN
2.2 Surah al-Fathir dan Terjemahnya....................................................................... 1
2.3 Tafsir Mufrodat…………….............………………….................................... 1
2.4 Asbabul al-Nuzul............................................................................................... 2
2.5 Tafsir al-Azhar dan
al-Maraghi….……………………..................................... 2
2.6 Aspek-Aspek Tarbawi…………………………………................................... 15
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 16
3.2 Saran.................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Surat fathir yang berarti pencipta,
yang diambil dari kalimat ketiga dari ayat1, adalah diturunkan dimakkah sesudah
turunnya surat luqman.dalam susunan 114 surat dalam Al-qur’an dia merupakan
surat yang ke 35. Sejak dari pangkal surat sampai kepada akhirnya, surat ini
telah dapat menggetarkan hati manusia untuk mengetahui hubungannya sebagai
insan dengan kebesaran alam yang berada disekitarnya, untuk sampai kepada
kesimpulan betapa kebesaran dan keagungan dari maha pencipta itu sendiri.
Manusia disuruh mengingat bagaimana kedudukannya ditengah alam, bagaimana allah
menumpahkan rahmat dan kasih sayang serta nikmatNya kepada mereka , dengan
tercurahnya rezeki, baik yang turun dari langit atau yang mempusat dibumi.
Disamping itu diterangkanlah celaka orang yang tidak beriman, celaka orang yang
mempersekutu Allah dengan yang lain.
Seakan
dalam surat ini digambarkan suatu jalan yang mengembang luas, tetapi berpusat
kepada satu pusat, yaitu Qudrat iradat ilahi yang tidak terbatas. Surat ini
membayangkan kemana jalan hidup yang ditempuh oleh manusia agar dia selamat.
Penciptaan manusia hingga ia dapat hidup dimuka bumi ini,dari jenis apa dia di
jadikan dan bagaimana ia berketurunan dan berkembangbiak dan bagaimana sehingga
mana batas yang tidak dapat ditempuhnya lagi, yang dinamai ajal, dinampakkan
dalam surat ini, bahwa semua diatur oleh satu kekuasaan saja.ditangan itu pula
kendali peredaran bumi, gerak bintang-bintang dan perjalanan palak. Sehingga
terdapat bahwa peraturan itu tetap tidak berubah-rubah , tandanya tidak berubah
pula yang menciptakannya dan itu juga yang mengaturnya. Laksana sebuah mobil,
cepatlah dia rusak karena banyak tangan yang memegangnya.
Didalam surat ini dijelaskan sekali
dimana tujuan hidup kita, yaitu menjadi khalifah Allah dimuka bumi, kata
jama’nya ialah khala-if merupakan satu tugas yang amat mulia yang
menjelaskan betapa tinggi penghargaan tuhan atas makhlukNya yang sejenis
ini.sehingga dunia ini semata-mata hanya tempat singgah; tujuan terakhir ialah
akhirat. Maka sejauh-jauh perjalanan, setinggi-tinggi pengajian, namun
kesimpulannya hanya satu jua, yaitu kesadaran kita insan ini dimana kita
sekarang, apa tugas kita dan hubungan kita dengan alam sekeliling, yang
semuanya itu satu padu dalam genggaman Maha Kuasa Ilahi.
1.2
Rumusan masalah
1) Jelaskan arti dari surat al-fatir ayat
27 dan 28?
2) Jelaskan tafsir mufrodat dari surat
al-fathir ayat 27 dan 28?
3) Bagaimana penafsiran tarbawi surat
al-fatir ayat 27 dan 28?
1.3
tujuan
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami,membedakan,
dan mengartikan setiap penjelasan serta kandungan surat al-fathir serta
menambah pengetahuan dan wawasan kita.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Surat al-Fathir dan Terjemahannya
SURAT
al- Fathir 27&28
óOs9r& ts? ¨br& ©!$# tAt“Rr& z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB $oYô_t÷zr'sù ¾ÏmÎ/ ;NºtyJrO $¸ÿÎ=tFøƒ’C $pkçXºuqø9r& 4 z`ÏBur ÉA$t6Éfø9$# 7Šy‰ã` ÖÙ‹Î/ ÖôJãmur ì#Î=tFøƒ’C $pkçXºuqø9r& Ü=ŠÎ/#{xîur ׊qß™ ÇËÐÈ šÆÏBur Ĩ$¨Z9$# Å_U!#ur¤$!$#ur ÉO»yè÷RF{$#ur ì#Î=tFøƒèC ¼çmçRºuqø9r&
šÏ9ºx‹x. 3 $yJ¯RÎ) Óy´øƒs† ©!$# ô`ÏB ÍnÏŠ$t6Ïã (#às¯»yJn=ãèø9$# 3 žcÎ) ©!$# ͕tã î‘qàÿxî ÇËÑÈ
27. Tidakkah
kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan
dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara
gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya
dan ada (pula) yang hitam pekat.
28. Dan demikian
(pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak
ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun.
2.2 Tafsir Mufrodat :
أَلَمْ تَرَ :(tidakkah kamu
melihat) firman ini ditujukan kepada
Rasulullah
SAW dan kepada orang-orang yang berbuat baik
Al-wanuha :
warna-warnanya, seperti merah, kuning, hijau, dan lain
Al-judad :Jamak
dari juddah. Artinya jalan, yakni
jalan-jalan yang
bermacam-macam
warnanya, digunung dan seminsalnya
Al- gharabib : jamak dari ghirbib: hitam pekat. Orang mengatakan
aswadu
ghirbib(hitam pekat). Abyadhu baqiq(putih
cemerlang)
ashfaru faqi’(kuning mengkilau) dan ahmaru
Ulama : Orang-orang
yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan
2.3
Tafsir al-Azhar dan al-Maraghi Surat al-Fathir Ayat 27 dan 28
Setelah Allah SWT,menyebutkan
dalil-dalil yang menunjukkan atas keesaanNya, keagungan dan kekuasaanNya; dan
yang berpaling daripadaNya adalah orang-orang musyrik yang bersikap keras
kepala, maka dilanjutkan dengan menyebutkan apa yang mereka lakukan berupa
pemandangan-pemandangan yang bermacam-macam bentuk dan warnanya. Semoga hal itu
dapat mengembalikan kesadaran mereka dan membangkitkan akal pikiran untuk
mengambil pelajaran dari apa yang mereka lihat.
óOs9r& ts? ¨br& ©!$# tAt“Rr& z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB $oYô_t÷zr'sù ¾ÏmÎ/ ;NºtyJrO $¸ÿÎ=tFøƒ’C $pkçXºuqø9r&
Artinya
: “tidakkah engkau lihat bahwasanya Allah telah menurunkan air dari langit”(pangkal
ayat 27).
Tentulah yang dimaksud disini lihat
dengan perhatian. banyak sekali ayat dalam Al-qur’an yang menganjurkan
perhatian kita terhadap hujan dan terhadap air. Tentang terjadinya hujan telah
disebutkan tentang angin yang dikirim oleh Allah lalu dari membangkitkan Awan
dan awan itu dihalau ke negeri yang telah kering mati, maka Allah hidupkan bumi
sesudah matinya. Tentang air itu sendiri telah dijelaskan pula bahwa segala
sesuatu ini menjadi hidup lantaran.ini dijelaskan dalam surat 21, Al-anbiya’
ayat 29.
Dalam
ayat ini diterangkan lagi bagaimana Allah menurunkan air itu dari langit yaitu
dari tempat yang diatas kita; “maka
kami keluarkan dengan dia buah-buahan dengan berbagai warnanya. Artinya
dengan sebab turunnya air dari langit, yang berupa hujan itu maka suburlah bumi
dan hiduplah segala-galanya. Diantaranya keluarlah dari bumi berbagai macam dan
berbagai jenis buah-buahan serta berbagai kacang-kacangan dan lain-lainnya.semuanya
itu adalah simpanan bumi , simpanan itu tidak akan keluar jika bumi tidak subur
kalau hujan tidak turun.
Semakna dengan ayat ini ialah firman Allah Ta’ala:
’Îûur ÇÚö‘F{$# ÓìsÜÏ% ÔNºu‘Èq»yftG•B ×M»¨Zy_ur ô`ÏiB 5=»uZôãr& ×íö‘y—ur ×@ŠÏƒwUur ×b#uq÷ZϹ çŽöxîur 5b#uq÷ZϹ 4’s+ó¡ç„ &ä!$yJÎ/ 7‰Ïnºur ã@ÅeÒxÿçRur $pk|Õ÷èt/ 4†n?tã <Ù÷èt/ ’Îû È@à2W{$# 4 ¨bÎ) ’Îû šÏ9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 šcqè=É)÷ètƒ ÇÍÈ
Artinya:
Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian
yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanam-tanaman dan pohon kurma yang bercabang
dan yang tidak bercabang disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan
sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi
kaum yang berpikir. (Q.S. Ar Ra'd: 4)
Ayat ini melanjutkan uraian tentang
bukti-bukti kuasa Allah SWT. Ia mengajak setiap orang dengan menggunakan gaya
pertanyaan – untuk berpikir dan memperhatikan. Allah berfirman: Wahai siapapun
yang mampu melihat dan berpikir! Tidaklah engkau melihat bahwa Allah menurunkan
dari langit air hujan lalu kami dengan kuasa kami dan melalui hukum-hukum Allah
yang kami tetapkan mengeluarkan yakni menghasilkan dan memunculkan dengannya
yakni dengan hujan itu berbagai jenis buah-buahan yang beraneka macam warna,
bentuk, rasa dan aroma-nya. Seandainya yang melakukan itu adalah alam tentu
hal-hal tersebut tidak akan beragam dan bermacam-macam. Dan perbedaan serta
keragaman serupa terjadi juga pada yang lebih kukuh dari buah-buahan. Engkau
dapat melihat di antara gunung-gunung ada yang memiliki jalur dan garis-garis
yang terlihat berwarna putih dan ada juga yang merah yang kejelasan warna dan
keburamannnya beraneka macam warnanya dan ada pula di samping yang merah dan
putih itu yang pekat hitam.
Ayat
di atas beralih dari redaksi yang berbentuk persona ketiga dengan kalimat
“Allah menurunkan dari langit air” kepada persona pertama dengan menyatakan:
“lalu kami mengeluarkan dengannya”. Pengalihan bentuk itu bertujuan menggaris
bawahi betapa ciptaan dan pengaturan Allah menyangkut keanekaragaman tumbuhan
sedemikian mempesona dan menjadi bukti betapa luas kekuasaan-Nya.
4 z`ÏBur ÉA$t6Éfø9$# 7Šy‰ã` ÖÙ‹Î/ ÖôJãmur ì#Î=tFøƒ’C $pkçXºuqø9r& Ü=ŠÎ/#{xîur ׊qß™ ÇËÐÈ
Artinya
: “Dan dari gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah,
berlain-lainan warnanya dan yang pekat hitam.”(ujung
ayat 27).
Selain dari hasil buah-buahan dari
bumi yang berbagai bentuk, berbagai warna. Dan berbagai rasa disuruh pula kita
melihat gunung-gunung. Gunung-gunung sangat menarik perhatian baik dari segi
warna,jenis serta bentuknya yang terbuat dari batu-batu granit yang keras atau
gunung-gunung yang mengeluarkan lahar dan memancarkan api atau gunung-gunung
yang hijau dan gunung-gunung yang yang diseliputi salju.
Ujung ayat “gharaabibu suud”yang
kita artikan pekat hitam,
menurut Ikrimah artinya puncak gunung yang tinggi menghitam. Judadun biidhun
yang kita artikan dengan garis-garis
putih, menurut Ibnu Abbas artinya adalah jalan-jalan yang lesa karena
jejak kaki orang yang selalu mencari jalan lintas disana yang dinamai jalan
memintas.
Seruan
sederhana dalam ayat ini dapat diperdalam lagi, yang menimbulkan ilmu
pengetahuan. Dalam kata buah-buahan berbagai warna akan timbullah ilmu
tumbuh-tumbuhan, ilmu pertanian, ilmu memupuk, ilmu uculasi agar dapat hasil
yang lebih unggul. Dan tentang menyebut garis warna putih , merah-merah pekat
hitam di gunung-gunung, orang dapat mempelajari tentang keadaan tanah ditempat
itu, mineral apa yang dikandungnya, logam apa yang terdapat didalamnya, adakah
besi, Loyang,tembaga, perak, emas, aluminium, timah dan sebagainya.
Dalam firman Allah ini, Allah
mengingatkan kepada Rasulullah SAW dan juga kepada orang yang berbuat baik
kepada Rasul ( umat manusia ) bahwa Allah telah menurunkan hujan dari langit yang
dengan hujan itu dapat menghasilkan buah-buahan yang beraneka macam jenis dan
kelompoknya, juga bermacam-macam warnanya antara lain putih, merah, kuning,
hijau dan hitam. Selain itu Allah juga menjadikan gunung-gunung yang antara
gunung-gunung itu ada garis-garis putih yang beraneka macam warnanya ada pula
yang hitam pekat.
Imam Jauhari mengatakan : hitam
pekat artinya warna yang sangat hitam. Firman Allah S.W.T. : dan demikian pula
diantara manusia, binatang melata dan ternak itu bermacam-macam warna dan
jenisnya, sesungguhnya Allah menciptakan segala sesuatu dengan bermacam-macam
warna dan berbeda-beda jenisnya, hal ini Allah ingin menunjukkan bukti sebagai
keagungan, keadilan atas kekuasaan dan keindahan ciptaannya. Dan ulama yang
dapat mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah S.W.T.
šÆÏBur Ĩ$¨Z9$# Å_U!#ur¤$!$#ur ÉO»yè÷RF{$#ur ì#Î=tFøƒèC ¼çmçRºuqø9r& šÏ9ºx‹x. 3
Artinya : “dan dari antara
manusia dan binatang-binatang melata dan binatang ternak beraneka ragam warnaya
pula.”(pangkal ayat 28).
Diayat
ini disebut tiga kelompok besar makhluk bernyawa pengisi bumi. Pertama ialah
manusia dengan berbagai warna, bahasa dan bangsa. Kita akan melihat berbagai
ragam suku, berbagai ragam bangsa dan berbagai ras. Kita akan melihat berbagai
warna kulit: ada yang dinamai orang kulit putih, berkulit hitam, ada juga yang
berkulit merah, serta orang kulit kuning, ada juga warna sawo matang, warna
kehitaman. Ini mengandung ilmu dengan berbagai cabangnya pula sebagai geografi,
ethonologi, ilmu social (sosiologi), politik dan kebudayaan, dan atropologi dan
lain-lain.Kedua,
perhatian kita dipusatkan kepada binatang-binatang yang melata dimuka bumi ini.
Baik yang berjalan dengan berkaki empat, berkaki enam maupun yang memiliki
berpuluh-puluh kaki. Demikian juga berbagai jenis bangsa serangga seperti lipan
sampai kepada cacing, termasuk juga binatang yang di rimba yang masih buas dan
liar. Ketiga, disebutkanlah tentang binatang-binatang ternak; sejak dari
untanya, kerbau, sapi, kambing dan domba. Ada pula yang diternak untuk
dikendarai sebagai kuda, keledai dan lain-lain.bahwa mereka beraneka warnanya.
Tiga kali disebut aneka warna; baik
warna macamnya atau warna jenisnya. minsalnya jenis pisang ditanah air
Indonesia pisang itu bukanlah satu macam saja. Ada pisang ambon, pisang jarum,
pisang lidi, pisang batu, pisang raja, ada pisang raja serai, dan pisang raja
tenalun, ada pisang buai dan lain-lain. Demikian juga seumpama mangga, ada
mangga golek, mangga harum manis, mangga
indramayu, dan lain-lain beraneka warnanya.
Ada lagi yang benar-benar warna.
Sebagai disebutkan pada warna di gunung: yang bergaris putih-putih atau
merah-merah atau pekat hitam, maka warna-warni itu di dapati dimana-mana. Warna
lautan yang biru sama dengan warna langit jika awan tidak menghalanginya, warna
fajar menyingsing yang laksana perak, warna matahari terbenam yang menderang mendekati
warna merah sampai Allah menjelaskan segala yang berada di muka bumi adalah
perhiasan bagi bumi.
Melihat warna kembang saja pun akan
mempesonakan jiwa kita, demikian juga warna bulu burung-burung atau warna sisik
ikan dilaut, sama sekali itu sungguh-sungguh mengandung keajaiban yang tidak
putus-putus tentang tentang kekayaan Allah
Demi setelah menyuruh kita melihat
dan memperhatikan itu semuanya, yang dapat menimbulkan berbagai ilmu
pengetahuan dan pengalaman, bersabdalah Allah:”sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya hanyalah
orang-orang yang berilmu.” Dengan jelas pada kalimat dibawah ayat
ini dijelaskan bahwasanya orang yang bisa merasakan takut kepada Allah, ialah
orang-orang yang berilmu.dipangkal kata ini tuhan memakai kata “innamaa”, yang
berarti “lain tidak hanya”ahli-ahli ilmu nahwu
mengatakan huruf innamaa adalah aadatu hashr, yang artinya “alat untuk
pembatas”. Sebab itu artinya yang tepat dan jitu ialah: “lain tidak hanyalah
orang-orang yang berilmu jua yang akan merasa takut kepada Allah”, kalau ilmu
tidak ada, tidaklah orang akan merasa takut kepada Allah. Karena timbulnya
suatu ilmu ialah setelah diselidiki. Maka jelaslah dipangkal ayat tadi bahwa
Allah telah bersabda:”tidakkah engkau
lihat”! maka kalau tidak dilihat tidaklah akan tahu. Kalau sudah
dilihat dan diketahui, dengan sendirinya akan mengertilah bagaimana kebesaran
Allah, kekuatanNya, dan keagunganNya.terasa kecil diri dihadapan kekuasaan maha
besar itu; maka timbullah takut.
Sesungguhnya yang takut kepada Allah lalu
bertakwa terhadap hukumNya dengan cara patuh hanyalah orang-orang yang
mengetahui tentang kebesaran kekuasaan Allah atas hal-hal apa saja yang dia
kehendaki, dan bahwa dia melakukan apa saja yang ia kehendaki. Karena orang yang
mengetahui hal itu, dia yakin tentang hukuman Allah atas siapapun yang
bermaksiat denganNya. Maka dia merasa takut dan ngeri kepada Allah karena
mendapatkan hukuman-Nya.
Ada sebuah atsar yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia berkata: orang
yang berilmu tentang Allah yang maha pengasih diantara hamba-hambaNya ialah
orang yang tidak menyekutukan dia dengan sesuatu pun; menghalalkan apa yang
dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkanNya, memelihara wasiatNya
dan yakin bahwa ia akan bertemu denganNya dan memperhitungkan amalnya.
Berkata Ibnu `Abbas: "Yang
dinamakan ulama ialah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah itu Maha Kuasa
atas segala sesuatu". Di dalam suatu riwayat dari Ibnu `Abbas ia berkata:
"Ulama itu ialah orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu
apapun, yang menghalalkan yang telah dihalalkan Allah dan mengharamkan yang
telah di haramkanNya, menjaga perintah-perintahNya, dan yakin bahwa dia akan
bertemu denganNya yang akan menghisab dan membatasi semua amalan manusia".
Ayat ini ditutup dengan suatu penegasan bahwa Allah SWT Maha Perkasa menindak
orang-orang yang kafir kepadaNya. Dia bukan mengazab orang-orang yang beriman
dan taat kepadaNya. Maha Pengampun kepada orang-orang yang beriman dan taat
kepadaNya. Dia kuasa mengazab orang-orang yang selalu berbuat maksiat dan
bergelimang dosa, sebagaimana Dia berkuasa memberi pahala kepada orang-orang
yang takut kepadaNya dan mengampuni dosa-dosa mereka, maka sepatutnya manusia
itu takut kepada Nya.
Sedangkan Hasan Al- Basri berkata;”orang
yang berilmu ialah orang yang takut kepada Allah yang maha pengasih, sekalipun
ia tidak mengetahuiNya. Dan menyukai apa yang disukai oleh Allah dan
menghindari apa yang dimurkai oleh Allah.”
Al-Marâghi menjelaskan bahwa
sesungguhnya yang takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya dan mematuhi
hukuman-Nya hanyalah orang-orang yang mengetahui tentang kebesaran dan
kekuasaan Allah atas hal-hal apa saja yang Dia kehendaki, dan bahwa Dia
melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Karena orang yang mengetahui hal itu,
dia yakin tentang hukuman Allah atas siapa pun yang bermaksiat kepada-Nya. Maka
dia merasa takut dan ngeri kepada Allah karena khawatir mendapat hukuman-Nya
tersebut.
Sehubungan dengan ayat diatas, Rasulullah SAW Bersabda:
“Rasulullah SAW melakukan sesuatu
lalu beliau memberi rukhshah
(keringanan) mengenai sesuatu itu. Namun ada suatu kaum yang menghindarinya.
Ketika hal itu didengar oleh Nabi saw. Lalu beliau pun berkhutbah. Beliau
memuji Allah lalu bersabda, ‘Kenapakah ada kaum yang menghindari sesuatu yang
aku perbuat. Demi Allah sesungguhnya aku adalah yang paling tahu tentang Allah
dan paling takut kepada-Nya di antara mereka.” (H. R. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam ayat ini bertemu kalimat
ulama, yang berarti orang-orang yang berilmu. Dan jelas pula bahwa ilmu itu adalah luas sekali. Alam
disekeliling kita, sejak dari air hujan yang turun dari langit menghidupkan
bumi yang telah mati sampai kepada gunung-gunung menjulang langit, warna-warni
pada gunung, sampai yang lain-lain yang disebutkan manusia, binatang melata,
binatang ternak dan berbagai warna, sungguh menakjubkan dan meyakinkan tentang
kekuasaan Allah. Diujung ayat dijelaskan:
š$yJ¯RÎ)
Óy´øƒs†
©!$# ô`ÏB ÍnÏŠ$t6Ïã
(#às¯»yJn=ãèø9$# 3
žcÎ) ©!$# ͕tã
î‘qàÿxî
ÇËÑÈ
Artinya :”sesungguhnya Allah maha perkasa, lagi maha pengampun,”(ujung
ayat 28).
Maka nampaklah bahwa memang Allah
itu Maha Perkasa. Sebesar itu alam keliling, hanya patuh menuruti qudrat
iradatNya. Namun kita manusia kerapkali lupa akan kebesaran ilahi itu, sehingga
kerapkali terlanggar perintah berbuat dosa. Namun apabila telah insaf dan mohon
ampun, dia tetap akan mengampuni.
Tentang ulama, atau orang-orang
yang berpengetahuan, Ibnu Katsir telah menafsirkan:”tidak lain orang yang akan
merasa takut kepada Allah itu hanyalah ulama yang telah mencapai ma’rifat, yaitu mengenal tuhan memiliki
hasil kekuasaan dan kebesaranNya. Maha Besar, Maha Kuasa, Yang Maha Mengetahui,
yang mempunyai sekalian sifat kesempurnaan dan yang punya”Al-Asma-ul Husnaa”(nama-nama yang indah). Apabila ma’rifat bertambah sempurna dan ilmu
terhadapNya bertambah matang, ketakutan kepadaNya pun bertambah besar dan
bertambah banyak. Thahir Ibn ‘Asyur menulis bahwa yang dimaksud dengan ulama
adalah orang-orang yang mengetahui tentang Allah dan syari’at. Sebesar kadar
pengetahuan tentang hal itu sebesar itu juga kadar kekuatan khasyat/takut. Adapun ilmuwan dalam
bidang yang tidak berkaitan dengan pengetahuan tentang Allah: serta pengetahuan
tentang ganjaran dan balasan-Nya yakni pengetahuan yang sebenarnya, maka
pengetahuan mereka itu tidaklah mendekatkan mereka kepada rasa takut dan kagum
kepada Allah. Seorang yang alim yakni dalam pengetahuannya tentang syari’at tidak akan samar baginya
hakikat-hakikat keagamaan. Dia mengetahuinya dengan mantap dan memperhatikannya
serta mengetahui dampak baik dan buruknya, dan dengan demikian dia akan
mengerjakan atau meninggalkan satu pekerjaan berdasar apa yang dikehendaki
Allah serta tujuan syari’at. Kendati
dia pada satu saat melanggar akibat dorongan syahwat, atau nafsu atau kepentingan duniawi, namun ketika itu dia
tetap yakin bahwa ia melakukan sesuatu yang berakibat buruk, dan ini pada
gilirannya menjadikannya meninggalkan pekerjaan itu atau menghalanginya
berlanjut dalam kesalahan tersebut sedikit atau secara keseluruhan. Adapun
seorang yang bukan alim, tetapi mengikuti jejak ulama maka upayanya serupa
dengan upaya ulama dan rasa takutnya lahir dari rasa takut ulama. Demikian lebih kurang pendapat Ibn ‘Asyur.
Ibnu Abbas mengatakan:”Alim sejati
diantara hamba Arrahman ialah yang
mempersekutukan diadengan sesuatu pun, dan yang halal tetap halal dan yang
haram tetap haram, serta memelihara perintahNya dan yakin bahwa akan bertemu
dengan dia, lalu selalu memiliki dan menghitung amalnya sendiri.
Abdullah bin Mas’ud
berkata:”bukanlah seorang dikatakan alim karena dia banyak hafal hadis. Alim
sejati ialah yang banyak khasyyah
atau takutnya kepada tuhan.”
Al’alim
adalah orang yang sangat berpengetahuan atau orang yang mempunyai ilmu
pengetahuan mendalam. Pada mulanya akar kata yang terdiri dari kata (‘ain, lam, mim) artinya adanya bekas
pada sesuatu yang dengan bekas itu sesuatu tersebut berbeda dengan lainnya.
Tanda pada sesuatu disebut juga dengan alamat. ‘Alam juga berarti bendera atau gunung, karena keduanya menjadi
tanda. Kata ilmu juga terkait dengan arti
akar kata ini, karena dengan ilmu seseorang akan berbeda dengan orang
yang tidak berilmu. Kata al-ulama di
tujukan kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang luas dalam bidang apa
saja. Dalam konteks keislaman biasanya ungkapan ini untuk menunjukkan kepada
orang yang sangat dalam pengetahuan agamanya.
Imam malik berkata:”ilmu bukanlah
karena banyak menghapal riwayat hadis, bahkan ilmu adalah nur yang dinyalakan Allah dalam hati.” Suatu riwayat yang dibawakan
dari sufyan tsauri:” ulama itu tiga macam, yaitu:
1. Alim yang mengenal Allah dan perintah
Allah
2. Alim yang mengenal Allah tetapi tidak
mengenal perintah Allah
3. Alim yang tidak mengenal perintah Allah tetapi
mengenal Allah
Adapun alim yang mengenal Allah dan mengenal
perintah Allah ialah yang takut kapada Allah dan mengenal batas-batas dan
perintah serta larangan. Alim yang mengenal Allah tetapi tidak mengenal
perintah Allah ialah yang takut kepada Allah tetapi tidak melaksanakan
perintahnya karena tidak tahu. Alim yang tidak mengenal perintah Allah tetapi
mengenal Allah ialah yang sangat tahu batas-batas dan perintah Allah tetapi
tidak ada rasa takut kepada allah.
Kita
dapat mengatakan bahwa yang nomor 3 inilah yang banyak sekarang, sehingga Nur atau cahaya itu dicabut tuhan dari
dirinya, sehingga pengetahuaannya tentang yang halal dan haram, hanyalah
laksana pengetahuan yang seorang pokrol bambu yang dapat memutar-mutar ayat
bagaimana orang yang ditanya senang hati menanyakan. Apabila direnungkan ayat
27 dan 28 ini, jelaslah bahwa jangkauan ulama itu amatlah luas. Nampaklah bahwa
guru bukanlah semata-mata kitab saja. Alam itu sendiri termasuk kitab yang
terbuka luas. Ada juga pepatah “alam terbentang jadikanlah guru!” Setelah
berguru dengan alam maka terbukalah hijab dan jelaslah tuhan dengan serba-serbi
kebesaran dan keagunganNya,lalu timbullah rasa takut kalau-kalau umur telah terbuang percuma saja. Dengan
demikian jelas pula bahwa ulama bukanlah sempit hanya sekedar orang yang tahu
hukum-hukum agama secara terbatas, dan bukan hanya orang yang mengkaji kitab
fiqh, dan bukan pula ditentukan oleh jubah dan serban besar.malahan
kadang-kadang dalam perjalanan sejarah telah kerapkali agama terancam bahaya
karena serban besar.
Teringatlah kita akan ucapan Syaikh
Muhammad Abduh ketika dekat-dekat ajalnya:
”tidakkah aku peduli jika ada orang berkata:
Muhammad telah sembuh atau telah penuh orang mengerumuninya(karena telah
meninggal) namun keinginanku hanyalah agama ini; aku ingin perbaikannya, aku
beri ingat, jangan agama dirusakkan oleh pengaruh serban.”
Yang
beliau maksudkan ialah orang-orang yang disebut golongan ulama karena
pengetahuannya yang sangat terbatas tentang kitab-kitab agama, tetapi fahamnya
sangat sempit, tidak dapat mempertimbangkan soal-soal yang diluar dari
jangkauan fikirannya. Kadang-kadang dia sendiri tidak insaf akan kekurangannya,
tidak pula pandai membatasi diri, sehingga banyaklah yang bid’ah dijadikanya sunnah,
yang khurafat dijadikannya agama, dan serta-merta menuduh
orang kafirkalau tidak sesuai dengan apa yang difikirkannya.
Dari ayat, hadis dan atsar di atas
dapat dipahami dengan jelas bahwa ilmu pengetahuan itu memudahkan orang menuju
surga. Hal itu mudah dipahami karena dengan ilmu, seseorang mengetahui akidah yang benar, cara-cara beribadah
dengan benar, dan bentuk-bentuk akhlak yang mulia. Selain itu, orang berilmu
mengetahui pula hal-hal yang dapat merusak akidah
tauhid, perkara-perkara yang merusak pahala ibadah, dan memahami pula sifat
dan akhlak-akhlak jelek yang perlu
dihindarinya. Semuanya itu akan membawanya ke surga di akhirat, bahkan
kesejahteraan di dunia ini.
Selain hadis di atas, terdapat pula
hadis semakna yaitu:Abu Dada’ berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Siapa yang menempuh jalan mencari ilmu,
akan dimudahkan Allah jalan untuknya ke surga. Sesungguhnya Malaikat
menghamparkan sayapnya karena senang kepada pencari ilmu. Sesungguhnya pencari
ilmu dimintakan ampun oleh orang yang ada di langit dan bumi, bahkan ikan yang
ada dalam air. Keutamaan orang berilmu dari orang yang beribadah adalah
bagaikan kelebihan bulan malam purnama dari semua bintang. Sesungguhnya ulama
adalah pewaris Nabi. Nabi tidak mewariskan emas dan perak, tetapi ilmu. Siapa
yang mencari ilmu hendaklah ia cari sebanyak-banyaknya.
Abdullah bin Amru bin al-Ash
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:“Sesungguhnya Allah tidak akan
mencabut ilmu secara langsung dari semua hamba. Ia mengambil ilmu dengan cara
mewafatkan para ulama, sehingga apabila ulama habis, manusia akan mengangkat
orang bodoh menjadi pemimpin. Mereka ditanya (oleh umat) lalu berfatwa tanpa
ilmu. Akibatnya, mereka sesat dan menyesatkan (umat).
Mencari ilmu adalah suatu aktivitas yang memiliki tantangan.
Tantangan itu dapat berbentuk biaya, waktu, kesehatan, kecerdasan dan lain
sebagainya. Orang yang mampu menghadapi tantangan itu adalah orang yang memiliki keikhlasan dan semangat
rela berkorban. Ada orang yang tidak sukses dalam menuntut ilmu karena tidak
sabar dalam berjuang menghadapi tantangan. Ketika menuntut ilmu, seseorang
tidak dapat mencari uang bahkan sebaliknya menghabiskan uang. Bagi orang yang tidak
memiliki tabungan uang, maka ia akan mengalami kesulitan untuk mencari ilmu
pengetahuan terutama pada jalur pendidikan formal. Demikian juga dengan
tantangan yang lain.
Bagi orang yang beriman, tantangan
itu tidak perlu menjadi hambatan. Sebab selain tantangan, ia juga memiliki
motivasi yang sangat besar. Orang-orang yang mencari ilmu dengan ikhlas akan
dibantu oleh Allah dan akan dimudahkan baginya jalan menuju surga. Yang
dimaksud dengan dimudahkan Allah baginya jalan menuju surga adalah ilmunya itu
akan memberikan kemudahan kepadanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
dapat menyebabkannya masuk surga. Karena ilmunya, seseorang itu mengetahui
kewajiban yang harus dikerjakannya dan larangan-larangan yang harus dijauhinya.
Ia memahami hal-hal yang dapat merusak akidah
dan ibadahnya. Ilmu yang dimilikinya membuat ia dapat membedakan yang halal
dari yang haram. Dengan demikian, orang
yang memiliki ilmu pengetahuan itu tidak merasa kesulitan untuk mengerjakan
hal-hal yang dapat membawanya ke dalam surga.
2.5
Aspek-Aspek Tarbawi
1) Ayat ini menguraikan tentang bukti-bukti
kekuasaan Allah SWT. Ayat ini menggaris bawahi juga kesatuan sumber materi namun
menghasilkan aneka perbedaan. Sperma yang menjadi bahan penciptaan dan cikal
bakal kejadian manusia dan binatang pada hakikatnya Nampak tidak berbeda antara
satu dan yang lain. Dan disinilah letak satu rahasia dan misteri gen.
2) Ayat ini pun mengisyaratkan bahwa factor
genetic lah yang menyebabkan tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia tetap memiliki
cirri khasnya dan tidak berubah hanya disebabkan oleh habitat dan makananya.
3) Dalam ayat ini terdapat dua hal yang
perlu digaris bawahi. Pertama, penekanannya pada keanekaragaman serta perbedaan
yang terhampar dibumi, ini mengandung arti bahwa keanekaragaman dalam kehidupan
merupakan keniscayaan yang dikehendaki Allah termasuk dalam hal ini perbedaan
pendapat dalam bidang ilmiah, bahkan keanekaragaman tanggapan manusia
menyangkut kebenaran kita-kita suci, penafsiran kandungannya, serta bentuk
pengamalannya. Kedua, mereka yag memiliki pengetahuan tentang fenomena alam dan
social, dinamai oleh al-qur’an.diatas terbaca bahwa ayat ini berbicara tentang
fenomena alam dan social, dituntun agar mewarnai ilmu mereka dengan nilai spiritual dan agar dalam penerapannya
selalu mengindahkan nilai-nilai tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari ayat 27 dan 28 tersebut dapat
disimpulkan sebagai berikut: Tanda-tanda kekuasaan Allah ialah diturunkannya
hujan, tumbuhlah tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan buah-buahan yang beraneka
ragam.Demikian juga manusia, binatang-binatang diciptakan Allah bermacam-macam
warna jenisnya sebagai tanda kekuasaanNya.
Yang benar-benar mengetahui
tanda-tanda kekuasaan Allah dan mentaatinya hanyalah ulama, yaitu orang-orang
yang mengetahui secara mendalam kebesaran Allah. Dia Maha Perkasa menindak
orang-orang kafir, Maha Pengampun kepada hamba-hambanya yang beriman dan taat.
3.2 Saran
Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca terutama mahasiswa, agar dapat menambah ilmu yang
dimilikinya.kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan
makalah yang selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hamka, terjemahan Tafsir Al-azharr,Pustaka Nasional PTE LTD
Singapura,2003.
Musthafa Al-Maraghi, Ahmad,Tafsir Al-Maraghi, CV Toha Putra, juz
22, Semarang, 1989.