Rabu, 22 Juni 2016

Resume Akhlak Tasawuf

Materi Akhlak Tasawuf

A.      Pengertian Akhlak:
Secara bahasa akhlak berasal dari kata اخلقيخلقاخلاقا artinya perangai, kebiasaan, watak, peradaban yang baik, agama. Kata akhlak sama dengan kata khuluq. Kajian ini membedakan antara Akhlak dan Ilmu Akhlak, Akhlak diartikan sebagai tingkah laku manusia, sedangkan Ilmu Akhlak diartikan sebagai suatu teori yang mempelajari tingkah laku manusia, sehingga pengertiannyapun dibedakan dalam pembahasan ini.
Kata “Akhlak” berasal dari bahasa Arab yang sudah dijadikan bahasa Indonesia, yang diartikan juga sebagai “ tingkah laku, perangai atau kesopanan “. Kata akhlaq merupakan jama’ taksir dari kata khuluq, yang sering juga diartikan dengan sifat bawaan atau tabiat, adat kebiasaan dan agama.

Sedangkan definisinya dapat dilihat beberapa pendapat dari pakar ilmu akhlaq, antara lain:
1.      Al-Qurtubi
Perbuatan yang bersumber dari diri manusia yang selalu dilakuakan, maka itulah yang disebut akhlaq, karena perbuatan tersebut bersumber dari kejadiannya.
2.      Muhammad bin ‘Ilan al-Sadiqi
Akhlaq adalah suatu pembawaan yang tertanam dalam diri, yang dapat mendorong seseorang berbuat baik dengan gampang.
3.      Ibnu Maskawih
Akhlaq adalah kondisi jiwa yang selalu mendorong (manusia) berbuat sesuatu, tanpa ia memikirkan (terlalu lama).
4.      Abu Bakar Jabir al-Jaziri
Akhlaq adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela.
5.      Imam Al-Ghazali
Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama) maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan terpujimenurut ketentuan rasio dan norma agama, dinamakan akhlaq baik. Tapi manakala ia melahirkan tindakan buruk, maka dinamakan akhlaq buruk.

B.       Pengertian Tasawuf:
1.      Secara bahasa tasawuf berarti:
a.    Saf (baris), sufi (suci), sophos (Yunani: hikmah), suf (kain wol)
b.    Sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan bersikap bijaksana.

2.      Menurut Istilah:
a.    Upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah Swt.
b.    Kegiatan yang berkenaan dengan pembinaan mental ruhaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.

3.      Para ulama tasawuf sendiri berbeda cara dalam mendefinisikan tasawuf. Diantara berbagai pendapat berikut diantaranya adalah :
a.    Asy-Syeikh Muhammad Amin Al-kurdy
Beliau menakankan dalam definisinya suatu ilmu yang digunakan dalam mencapai tujuan tasawuf, yaitu :
1)      Ilmu Syariah;
2)      Ilmu Thariqah;
3)      Ilmu haqiqah; dan
4)      Ilmu Ma’rifah;
Asy-Syeikh Muhammad Amin Al-kurdy mengemukakan bahwa : “Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridhaan Allah dan meninggalkan larangan-Nya menuju perintah-Nya.”
b.    Imam Al-Gazali
Imam Al-Gazali mengemukakan pendapat Abu Bakar Al-Katany yang mengatakan : “Tasawuf adalah budi pekerti, barang siapa yang memberikan bekal budi pekerti atasmu, berarti dia memberikan bekal atas dirimu dalam tasawuf, maka hamba yang jiwamya menerima perintah untuk beramal karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan nur (petunjuk) islam. Dan ahli zuhud yang jiwanya menerima perintah untuk melakukan beberapa akhlaq terpuji karena mereka telah melakukan suluk dengan nur (petunjuk) imannya.”
c.    Mahmud Amin An-Nawawy
Beliau mengemukakan pendapat Al-Junaidi Al-Baghdady yang mengatakan : “Tasawuf adalah memelihara (menggunakan) waktu. Lalu ia berkata, seorang hamba tidak akan menekuni (amalan tasawuf) aturan tertentu , menganggap tidak tepat (ibadahnya) tanpa tertuju pada Tuhan-Nya dan merasa tidak berhubungan (dengan Tuhan-Nya) tanpa menggunakan waktu untuk beribadah kepada-Nya.
d.   As Suhradawardy
Beliau mengemukakan pendapat ma’ruf Al Karakhy yang mengatakan : “ Tasawuf adalah mencari hakikat dan meninggalkan sesuatu yang ada ditangan makhluk kesenangan duniawi).”
e.    Abu Bakar al Katany
Beliau menekankan bahwa akhlaq sebagai titik awal amalan tasawuf. Karena itu, bila seorang hendak mengamalkan ajaran tasawuf, ia harus terlebih dulu memperbaiki akhlaqnya.
f.     Al-Junaidi Al-Baghdady
Beliau menekankan bahwa menggunakan waktu dalam mengamalkan tasawuf penting artinya. Karena itu, seorang sufi selalu menggunakan waktu.untuk mengingat kepada Allah SWT dengan berbagai macam ibadah sunat dan zikir.
g.    Ma’ruf al-Kararky
Beliau menekankan bahwa tasawuf adalh mencari kebenaran yang hakiki, dengan cara meninggalkan kesenangan duniawi.

            Dari beberapa definisi tersebut, dapat dikemukakan definisi lain bahwa tasawuf adalah melakukan ibadah kepada Allah dengan cara-cara yang telah dirintis oleh ulama sufi, yang disebutnya sebagai suluk. Suluk adalah untuk mencapai suatu tujuan, yaitu ma’rifat kepada alam yang ghaib, mendapatkan keridhoan Allah, serta kebahagiaan diakhirat.
            Dari pengertian tersebut dapat disederhanakan bahwa tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha memperbaiki diri , berjuang memerangi nafsu, mencari jalan kesucian dengan makrifat menuju keabadian, saling mengingatkan manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah dan mengikuti syariat Rasulullah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan mencapai keridhoaan-Nya.

C.      Hubungan Akhlak dengan Tasawuf:
 Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.
Akhlaq menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlaq. Para ahli tasawuf pada umumnya membagi tasawuf kepada tiga bagian :
1.      Tasawuf Amali
2.      Tasawuf Falsafi
3.      Tasawuf Akhlaqi
Yang memiliki tujuan yang sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji.

D.      Ruang Lingkup Kajian Ilmu Akhlak:
1)      Perbuatan-perbuatan manusia menurut ukuran baik dan buruk.
2)      Objeknya adalah norma atau penilaian terhadap perbuatan tersebut.
3)      Perbuatan tersebut baik perbuatan individu maupun kolektif.
            Kajian dalam Tasawuf bersumber pada:
a)         Unsur Islam:
Al-Qur’an mengajarkan manusia untuk: mencintai Tuhan (QS. Al-Maidah: 54), bertaubah dan mensucikan diri (QS. At-Tahrim: 8), manusia selalu dalam pandangan Allah dimana saja (QS. Al-Baqarah: 110), Tuhan memberi cahaya kepada hamba-Nya (QS. An-Nur: 35), sabar dalam bertaqarrub kepada Allah (QS. Ali Imran:
Hadis Nabi : tentang rahasia penciptaan alam adalah agar manusia mengenal penciptanya, praktek para sahabat seperti Abu Bakar Ash-shiddiq, Umar Ibn Khattab, Usman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Talib, Abu Zar Al-Ghiffari, Hasan Basri, dll.
b)        Unsur Non Islam:
1.    Nasrani: Cara kependetaan dalam hal latihan jiwa dan ibadah.
2.    Yunani: Unsur filsafat tentang masalah ketuhanan.
3.    Hindu/Budha: mujahadah, perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain.

E.       Tujuan
1.      Untuk taqorub kpd Allah – derajat taqwa
2.      Mendapatkan derajat muttaqin di hadapan Allah
3.      Untuk membersihkan jiwa dari hal-hal buruk
4.      Mematuhi semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya
5.      Berusaha selalu berakhlakul karimah
6.      Bersikap qanaah
7.      Mengerjakan sesuatu dengan dasar ikhlas
8.      Selalu mensyukuri nikmat yang diberikan Allah
9.      Meneladani akhlak Rasulullah SAW.
10.  Faedah tasawwuf ialah membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat terhadap Allah Ta’ala

F.       Hakekat Tasawuf
            Untuk mempermudah menerima pengertian tentang tasawuf ada baiknya bila disini mengemukakan perilaku hidup Rasulullah dan sahabat-sahabat beliau.
Perilaku hidup dizaman Rasulullah dan dizaman khulafaurrasyiddin, pada umumnya seluruh perilaku hidup pada zaman itu disifati dan dipandangi dengan hiduo tasawuf. Tujuan hidup mereka tidak didasarkan kepada nilai-nilai materi yang dapat ditumpuk untuk memperkaya diri, tetapi pada nila-nilai ibadah, memandang akhirat lebih baik daripada kehidupan dunia.akhlaq mereka sangat tawadhu’ bagaikan “padi makin berisi semakin merunduk”. Adapun perilaku Nabi dan sahabatnya menurut sejarah maka dapat diperinci antara lain sebagai berikut :
a.         Hidup zuhud (anti keduniawian yang berlebih-lebihan)
b.         Hidup Qanaah ( merasa cukup apa adanya )
c.         Hidup Taat ( melakukan perintah Allah dan Rasulnya serta meninggalkan larangannya)
d.        Hidup Istiqomah ( berkekalan/tetap beribadat )
e.         Hidup mahabbah ( sangat cinta kepada Allah dan Rasulnya lebih dari mencintai dirinya sendiri).
f.          Hidup Ikhlas ( sedia menjadi penebus apa saja untuk Allah demi ketinggian “Kalimatullahi Hial Ulya”)
g.         Hidup Ubudiyah ( mengabdikan diri kepada Allah “Syahsiatus syufiah )


G.      Perbedaan dan Persamaan antara Akhlaq dengan Ilmu Tasawuf
1.      Persamaan
Persamaan antara akhlaq dan tasawuf sesuai dengan firman Allah yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam, saling menyayangi dan tidak sombong, apa bila kita berakhlaq maka kita tidak akan sombong, para sufipun juga tidak sombong karena mereka tidak memikirkan duniawi.

2.      Perbedaan
Ilmu tasawuf adalah ilmu tentang bagaimana kita membersihkan hati agar selalu berdzikir/ingat kepada Allah, dan tidak tergiur oleh  duniawi. Sedangkan akhlaq itu sendiri adalah refleksi dari penerapan ilmu tasawuf sehingga tingkah laku dan perbuatan kita sama dengan perilakunya Rasulullah SAW.

H.      Sejarah Perkembangan Ilmu Tasawuf
Sebenarnya kehidupan sufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad saw. Dimana dalam kehidupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana dan menderita, disamping menghabiskan waktunya untukk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah swt. Bahkan seperti diketahui, bahwa sebelum beliau diangkat sebagai Rasul Allah, beliau seringkali melakukan kegiatan shufi dengan melakukan uzlah di Gua Hira selama berbulan-bulan lamanya sampai beliau menerima wahyu pertama saat diangkat sebagai Rasul Allah. Setelah Beliau resmi diangkat sebagai Nabi utusan Allah, keadaan dan cara hidup beliau masih ditandai oleh jiwa dan suasana kerakyatan, meskipun beliau berada dalam lingkaran keadaan hidup yang serba dapat terpenuhi semua keinginan lantaran kekuasaannya sebagai Nabi yang menjadi kekasih Tuhan-Nya. Pada waktu malam sedikit sekali tidur, waktunya dihabiskan untuk bertawajjuh kepada Allah dengan memperbanyak dzikir kepada-Nya. Tempat tidur beliau terdiri dari balai kayu biasa dengan alas tikar dari daun kurma, tidak pernah memakai pakaian yang terdiri dari wool, meskipun mampu membelinya. Pendek kata beliau lebih cinta hidup dalam suasana sederhana ( meskipun pangkatnya Nabi ) Daripada hidup bermewah-mewah.
Akan tetapi banyak para ahli sejarahmemulai Sejarah tasawuf dengan Imam Ja’far Al Shadiq ibn Muhamad Bagir ibn Ali Zainal Abidin ibn Husain ibn Ali ibn Abi Thalib. Imam Ja’far juga dianggap sebagai guru dari keempat imam Ahlulsunah yaitu Imam Abu Hanifah, Maliki, Syafi’i dan Ibn Hanbal.
Ucapan – ucapan Imam Ja’far banyak disebutkan oleh para sufi seperti Fudhail ibn Iyadh Dzun Nun Al Mishri, Jabir ibn Hayyan dan Al Hallaj. Diantara imam mazhab di kalangan Ahlulsunah, Imam Maliki yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Imam Ja’far.
Kaitan Imam Ja’far dengan tasawuf, terlihat dari silsilah tarekat, seperti Naqsyabandiyah yang berujung pada Sayyidina Abubakar Al Shidiq ataupun yang berujung pada Imam Ali selalu melewati Imam Ja’far.
Kakek buyut Imam Ja’far, dikenal mempunyai sifat dan sikap sebagai sufi. Bahkan (meski sulit untuk dibenarkan) beberapa ahli menyebutkan Hasan Al Bashri, sufi-zahid pertama sebagai murid Imam Ali. Sedangkan Ali Zainal Abidin (Ayah Imam Ja’far) dikenal dengan ungkapan-ungkapan cintanya kepada Allah yang tercermin pada do’anya yang berjudul “Al Shahifah Al Sajadiyyah”. Tasawuf lahir dan berkembang sebagai suatu disiplin ilmu sejak abad k-2 H, lewat pribadi Hasan Al Bashri, Sufyan Al Tsauri, Al Harits ibn Asad Al Muhasibi, Ba Yazid Al Busthami. Tasawuf tidak pernah bebas dari kritikan dari para ulama (ahli fiqh, hadis dll).
Praktik – praktik tasawuf dimulai dari pusat kelahiran dan penyiaran agama Islam yaitu Makkah dan Madinah, jika kita lihat dari domisili tokoh-tokoh perintis yang disebutkan di atas.



I.         Maqomat dan Hal
Istilah Maqam (jamak: maqamat), sebagaimana juga ahwal, dipahami secara berbeda-beda oleh para sufi sendiri. Meskipun demikian, kesemuanya sepakat memahami maqamat bermakna kedudukan seorang pejalan spiritual di hadapan Allah yang diperoleh melalui kerja keras beribadah, bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu (mujahadah), dan latihan-latihan keruhanian budi-pekerti (adab) yang memampukannya untuk memiliki persyaratan-persyaratan dan melakukan upaya-upaya untuk menjalankan berbagai kewajiban (dengan sebaik-baiknya), demi mencapai kesempurnaan.
Sedangkan hal (jamak: ahwal) adalah suasana atau keadaan yang menyelimuti kalbu, yang diciptakan (sebagai hak prerogatif) Allah dalam hati manusia, tanpa sang sufi mampu menolak keadaan itu apabila datang, atau memperhatikannya apabila pergi. Berikut di antara macam-macam maqamat :
1.    Zuhud
Zuhud (penyangkalan) dari semua kekayaan dunia ini. Ia hanya memiliki jubah bertambal sulam terbuat dari robekan-robekan kain muslim atau pakaian kain kasar, tikar sholat dan tali tasbih. Jubahnya itu beribu kali lebih karib baginya dibanding kain halus pakaian serba mewah dan cantik.
2.    Taubat
Semua orang bertaubat karena melakukan pekerjaan yang terlarang (haram) dan karena makan makanan haram supaya jangan tersiksa oleh hukum. Si Sufi bertaubat walaupun melakukan pekerjaan halal dan karena makan makanan yang halal [andainya] supaya tidak tergoda oleh yang terlarang dan meragukan (subhah).dengan cara memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan di sertai janji yang sungguh-sungguh untuk tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut.
3.    Wara'
Rendah diri. Seorang sufi tidak makan makanan apa pun, tidak memakai kain apa pun {tidak memilih-milih}. Ia tidak ikut berkumpul dalam pergaulan sembarangan orang dan ia tidak memilih persahabatan dengan siapa pun kecuali Tuhan, maka terpujilah ia di sisi Tuhan.Wara' adalah meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram(syubhat).
4.    Kefakiran
Fakir adalah tidak meminta lebih dari apa yang menjadi hak kita,tidak meminta rizki dan kecuali hanya untuk menjalankan kewajiban-kewajiban.
5.    Sabar
Sabar berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak allah. Jika bencana dua dunia menimpa si sufi maka mereka tak akan begitu mempedulikannya dan jika cinta penduduk bumi menyerbunya maka ia tidak berhenti berjalan di jalan kesabaran.
6.        Tawakal
Tawakal adalah menyerahkan diri seorang hamba kepada allah (Percaya dan yakin) Ia tidak menuntut sesuatu apapun dari makhluk Tuhan atau dari Tuhan. Ia memujaNya hanya demi Tuhan sendiri. Tak ada tanya jawab. sebagai hasilnya Tuhan Penguasa Alam memberi peluang kepadanya untuk mencapai sasaran keinginannya bilamana ia memerlukannya dan tak ada perhitungan untung rugi.
7.        Ridha
Ridha adalah tidak berusaha, tidak menentang qada dan qadar alloh dan menerima apa adanya. Ridha (kepuasan). Jika ia dibiarkan tampa kain (oleh kehendak Tuhan) mereka berbahagia dan jika ia dibiarkan lapar ia bahagia. Ia tak pernah berada di rumah keinginan diri (nafsu).

J.        Ma’rifatullah
Ma’rifatullah (mengenal Allah) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas. Segelas susu yang dibikin seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu.
Menurut Ibn Al Qayyim : Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma’rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”.
Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma’riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah. Seseorang dianggap ma’rifatullah (mengenal Allah) jika ia telah mengenali
1)        asma’ (nama) Allah
2)        sifat Allah dan
3)        af’al (perbuatan) Allah, yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.
Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukkan :
a.    Sikap shidq (benar) dalam ber-mu’amalah (bekerja) dengan Allah,
b.    Ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah,
c.    Pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah SWT
d.   Sabar/menerima pemberlakuan hukum/aturan Allah atas dirinya
e.    Berda’wah/ mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya
f.     Membersihkan da’wahnya itu dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas siapapun. Ia hanya menyerukan ajaran agama seperti yang pernah diajarkan Rasulullah SAW.
g.    Figur teladan dalam ma’rifatullah ini adalah Rasulullah SAW.

K.      Fana’ dan Baqo’
Secara harfiah fana’ berarti meninggal dan musnah, dalam kaitannya dengan sufi, maka sebutan tersebut biasanya digunakan dalam proposisi fana’an artinya kosong dari segala sesuatu, melupakan atau tidak menyadari sesuatu. Sedangkan dari segi bahasa kata fana’ berasal dari bahasa Arab, yakni faniya-yafna yang berarti musnah, lenyap, hilang, atau hancur.
Adapun arti fana’ menurut kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri. Pendapat lain fana’ berarti bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan, dapat berarti hilangnya sifat-sifat tercela. Sedang baqa’ berasal dari kata baqiya dari segi bahasa berarti tetap, sedang menurut istilah tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Dalam kaitannya dengan sufi, maka sebutan baq biasanya digunakan dengan proposisi baqa’bi, yang berarti diisi dengan sesuatu, hidup atau bersama dengan sesuatu. Dalam kamus Al-Kautsar, baqa’ berarti tetap, tinggal, kekal. Bisa juga berarti memaafkan segala kesalahan sehingga yang tersisa hanyalah kecintaan kepada-Nya.
Dalam tasawuf fana’ dan baqa’ datang beriringan, sebagaimana dinyatakan oleh para ahli tasawuf, “apabila nampaklah nur kebaqa’an, maka fana’lah yang tiada dan baqa’lah yang kekal. Tasawuf ini adalah fana’ dari dirinya dan baqa’ dengan Tuhannya karena hati mereka bersama Allah.

L.       Al-Ittihad
 Ittihad secara bahasa berasal dari kata ittihada-yattahidu yang berarti dua benda menjadi satu. Yang dalam istilah para sufi adalah satu tingkatan dalam tasawuf yaitu bila seorang sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Tahapan ini merupakan tahapan selanjutnya yang dialami seorang sufi setelah ia melalui tahapan fana’ dan baqa’. Dalam tahapan ittihad, seorang sufi bersatu dengan Tuhan, antara yang mencintai dengan yang dicintai menyatu, baik substansi maupun perbuatannya.

Ada dua tingkat pertanyaan (ittihad) yang biasa dibedakan yaitu merasa bersatu dengan Tuhan, tetapi tetap menyadari perbedaan dirinya dengan Tuhan. Yang disebut tingkat pertama. Pada tahap selanjutnya adalah kesadaran dari ketiadaan yang bersama-sama dan mistik yaitu kesadaran akan adanya maha Zat yang sangat berbeda. Kaum sufi memandangnya sebagai tingkat kebersatuan mutlak yaitu bersatunya kebersatuan. Ketika sampai ke ambang pintu ittihad dari sufi keluar ungkapan-ungkapan ganjil yang dalam istilah sufi disebut syatahat. Dengan fana’nya Abu Yazid meninggalkan dirinya dan pergi kehadirat Tuhan, bahwa ia telah dekat dengan Tuhan dapat dilihat dari syatahat yang diucapkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar