Materi Akhlak Tasawuf
A. Pengertian Akhlak:
Secara bahasa akhlak berasal dari kata اخلق – يخلق – اخلاقا artinya perangai, kebiasaan, watak,
peradaban yang baik, agama. Kata akhlak sama dengan kata khuluq. Kajian ini membedakan antara Akhlak dan Ilmu Akhlak, Akhlak
diartikan sebagai tingkah laku manusia, sedangkan Ilmu Akhlak diartikan sebagai
suatu teori yang mempelajari tingkah laku manusia, sehingga pengertiannyapun
dibedakan dalam pembahasan ini.
Kata “Akhlak”
berasal dari bahasa Arab yang sudah dijadikan bahasa Indonesia, yang diartikan
juga sebagai “ tingkah laku, perangai atau kesopanan “. Kata akhlaq merupakan
jama’ taksir dari kata khuluq, yang sering juga diartikan dengan sifat bawaan
atau tabiat, adat kebiasaan dan agama.
Sedangkan
definisinya dapat dilihat beberapa pendapat dari pakar ilmu akhlaq, antara
lain:
1. Al-Qurtubi
Perbuatan yang bersumber dari diri manusia yang selalu dilakuakan, maka
itulah yang disebut akhlaq, karena perbuatan tersebut bersumber dari
kejadiannya.
2. Muhammad bin
‘Ilan al-Sadiqi
Akhlaq adalah suatu pembawaan yang tertanam dalam diri, yang dapat
mendorong seseorang berbuat baik dengan gampang.
3. Ibnu Maskawih
Akhlaq adalah kondisi jiwa yang selalu mendorong (manusia) berbuat
sesuatu, tanpa ia memikirkan (terlalu lama).
4. Abu Bakar Jabir
al-Jaziri
Akhlaq adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang
dapat menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela.
5. Imam Al-Ghazali
Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang dapat
melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud untuk
memikirkan (lebih lama) maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan
terpujimenurut ketentuan rasio dan norma agama, dinamakan akhlaq baik. Tapi
manakala ia melahirkan tindakan buruk, maka dinamakan akhlaq buruk.
B. Pengertian Tasawuf:
1.
Secara bahasa tasawuf
berarti:
a.
Saf (baris), sufi (suci),
sophos (Yunani: hikmah), suf (kain wol)
b.
Sikap mental yang selalu
memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan
dan bersikap bijaksana.
2.
Menurut Istilah:
a.
Upaya mensucikan diri
dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya
kepada Allah Swt.
b.
Kegiatan yang berkenaan
dengan pembinaan mental ruhaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.
3. Para ulama
tasawuf sendiri berbeda cara dalam mendefinisikan tasawuf. Diantara berbagai
pendapat berikut diantaranya adalah :
a. Asy-Syeikh
Muhammad Amin Al-kurdy
Beliau
menakankan dalam definisinya suatu ilmu yang digunakan dalam mencapai tujuan
tasawuf, yaitu :
1) Ilmu Syariah;
2) Ilmu Thariqah;
3) Ilmu haqiqah;
dan
4) Ilmu Ma’rifah;
Asy-Syeikh
Muhammad Amin Al-kurdy mengemukakan bahwa : “Tasawuf adalah suatu ilmu yang
dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara
membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat
yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridhaan Allah dan
meninggalkan larangan-Nya menuju perintah-Nya.”
b. Imam Al-Gazali
Imam
Al-Gazali mengemukakan pendapat Abu Bakar Al-Katany yang mengatakan : “Tasawuf
adalah budi pekerti, barang siapa yang memberikan bekal budi pekerti atasmu,
berarti dia memberikan bekal atas dirimu dalam tasawuf, maka hamba yang jiwamya
menerima perintah untuk beramal karena sesungguhnya mereka melakukan suluk
dengan nur (petunjuk) islam. Dan ahli zuhud yang jiwanya menerima perintah
untuk melakukan beberapa akhlaq terpuji karena mereka telah melakukan suluk
dengan nur (petunjuk) imannya.”
c. Mahmud Amin
An-Nawawy
Beliau
mengemukakan pendapat Al-Junaidi Al-Baghdady yang mengatakan : “Tasawuf adalah
memelihara (menggunakan) waktu. Lalu ia berkata, seorang hamba tidak akan
menekuni (amalan tasawuf) aturan tertentu , menganggap tidak tepat (ibadahnya)
tanpa tertuju pada Tuhan-Nya dan merasa tidak berhubungan (dengan Tuhan-Nya)
tanpa menggunakan waktu untuk beribadah kepada-Nya.
d. As Suhradawardy
Beliau
mengemukakan pendapat ma’ruf Al Karakhy yang mengatakan : “ Tasawuf adalah
mencari hakikat dan meninggalkan sesuatu yang ada ditangan makhluk kesenangan
duniawi).”
e. Abu Bakar al
Katany
Beliau
menekankan bahwa akhlaq sebagai titik awal amalan tasawuf. Karena itu, bila
seorang hendak mengamalkan ajaran tasawuf, ia harus terlebih dulu memperbaiki
akhlaqnya.
f. Al-Junaidi
Al-Baghdady
Beliau
menekankan bahwa menggunakan waktu dalam mengamalkan tasawuf penting artinya.
Karena itu, seorang sufi selalu menggunakan waktu.untuk mengingat kepada Allah
SWT dengan berbagai macam ibadah sunat dan zikir.
g. Ma’ruf
al-Kararky
Beliau
menekankan bahwa tasawuf adalh mencari kebenaran yang hakiki, dengan cara
meninggalkan kesenangan duniawi.
Dari beberapa definisi tersebut,
dapat dikemukakan definisi lain bahwa tasawuf adalah melakukan ibadah kepada
Allah dengan cara-cara yang telah dirintis oleh ulama sufi, yang disebutnya
sebagai suluk. Suluk adalah untuk mencapai suatu tujuan, yaitu ma’rifat kepada
alam yang ghaib, mendapatkan keridhoan Allah, serta kebahagiaan diakhirat.
Dari pengertian tersebut dapat
disederhanakan bahwa tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha memperbaiki
diri , berjuang memerangi nafsu, mencari jalan kesucian dengan makrifat menuju
keabadian, saling mengingatkan manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah
dan mengikuti syariat Rasulullah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan
mencapai keridhoaan-Nya.
C. Hubungan Akhlak dengan
Tasawuf:
Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak
dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia,
sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan
Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam
prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.
Akhlaq menjadi dasar dari
pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlaq.
Para ahli tasawuf pada umumnya membagi tasawuf kepada tiga bagian :
1. Tasawuf Amali
2. Tasawuf Falsafi
3. Tasawuf Akhlaqi
Yang memiliki tujuan yang sama yaitu
mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang
tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji.
D. Ruang Lingkup Kajian
Ilmu Akhlak:
1)
Perbuatan-perbuatan manusia
menurut ukuran baik dan buruk.
2)
Objeknya adalah norma atau
penilaian terhadap perbuatan tersebut.
3)
Perbuatan tersebut baik
perbuatan individu maupun kolektif.
Kajian
dalam Tasawuf bersumber pada:
a)
Unsur Islam:
Al-Qur’an
mengajarkan manusia untuk: mencintai Tuhan (QS. Al-Maidah: 54), bertaubah dan
mensucikan diri (QS. At-Tahrim: 8), manusia selalu dalam pandangan Allah dimana
saja (QS. Al-Baqarah: 110), Tuhan memberi cahaya kepada hamba-Nya (QS. An-Nur:
35), sabar dalam bertaqarrub kepada Allah (QS. Ali Imran:
Hadis Nabi :
tentang rahasia penciptaan alam adalah agar manusia mengenal penciptanya,
praktek para sahabat seperti Abu Bakar Ash-shiddiq, Umar Ibn Khattab, Usman Ibn
Affan, Ali Ibn Abi Talib, Abu Zar Al-Ghiffari, Hasan Basri, dll.
b)
Unsur Non Islam:
1.
Nasrani: Cara kependetaan
dalam hal latihan jiwa dan ibadah.
2.
Yunani: Unsur filsafat
tentang masalah ketuhanan.
3.
Hindu/Budha: mujahadah,
perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain.
E. Tujuan
1.
Untuk taqorub kpd Allah – derajat taqwa
2.
Mendapatkan derajat muttaqin di hadapan Allah
3.
Untuk membersihkan jiwa
dari hal-hal buruk
4.
Mematuhi semua perintah
Allah dan menjauhi semua larangan-Nya
5.
Berusaha selalu berakhlakul karimah
6.
Bersikap qanaah
7.
Mengerjakan sesuatu dengan
dasar ikhlas
8.
Selalu mensyukuri nikmat
yang diberikan Allah
9.
Meneladani akhlak
Rasulullah SAW.
10. Faedah tasawwuf ialah membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat terhadap Allah Ta’ala
F.
Hakekat Tasawuf
Untuk mempermudah menerima
pengertian tentang tasawuf ada baiknya bila disini mengemukakan perilaku hidup
Rasulullah dan sahabat-sahabat beliau.
Perilaku hidup dizaman
Rasulullah dan dizaman khulafaurrasyiddin, pada umumnya seluruh perilaku hidup
pada zaman itu disifati dan dipandangi dengan hiduo tasawuf. Tujuan hidup
mereka tidak didasarkan kepada nilai-nilai materi yang dapat ditumpuk untuk
memperkaya diri, tetapi pada nila-nilai ibadah, memandang akhirat lebih baik
daripada kehidupan dunia.akhlaq mereka sangat tawadhu’ bagaikan “padi makin
berisi semakin merunduk”. Adapun perilaku Nabi dan sahabatnya menurut sejarah
maka dapat diperinci antara lain sebagai berikut :
a.
Hidup zuhud (anti keduniawian yang
berlebih-lebihan)
b.
Hidup Qanaah ( merasa cukup apa adanya )
c.
Hidup Taat ( melakukan perintah Allah dan
Rasulnya serta meninggalkan larangannya)
d.
Hidup Istiqomah ( berkekalan/tetap beribadat )
e.
Hidup mahabbah ( sangat cinta kepada Allah dan
Rasulnya lebih dari mencintai dirinya sendiri).
f.
Hidup Ikhlas ( sedia menjadi penebus apa saja
untuk Allah demi ketinggian “Kalimatullahi
Hial Ulya”)
g.
Hidup Ubudiyah ( mengabdikan diri kepada Allah
“Syahsiatus syufiah )
G.
Perbedaan dan
Persamaan antara Akhlaq dengan Ilmu Tasawuf
1. Persamaan
Persamaan antara akhlaq dan tasawuf
sesuai dengan firman Allah yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam, saling
menyayangi dan tidak sombong, apa bila kita berakhlaq maka kita tidak akan
sombong, para sufipun juga tidak sombong karena mereka tidak memikirkan
duniawi.
2. Perbedaan
Ilmu tasawuf adalah ilmu tentang
bagaimana kita membersihkan hati agar selalu berdzikir/ingat kepada Allah, dan
tidak tergiur oleh duniawi. Sedangkan
akhlaq itu sendiri adalah refleksi dari penerapan ilmu tasawuf sehingga tingkah
laku dan perbuatan kita sama dengan perilakunya Rasulullah SAW.
H.
Sejarah Perkembangan
Ilmu Tasawuf
Sebenarnya kehidupan sufi sudah
terdapat pada diri Nabi Muhammad saw. Dimana dalam kehidupan beliau sehari-hari
terkesan amat sederhana dan menderita, disamping menghabiskan waktunya untukk
beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah swt. Bahkan seperti
diketahui, bahwa sebelum beliau diangkat sebagai Rasul Allah, beliau seringkali
melakukan kegiatan shufi dengan melakukan uzlah di Gua Hira selama berbulan-bulan
lamanya sampai beliau menerima wahyu pertama saat diangkat sebagai Rasul Allah.
Setelah Beliau resmi diangkat sebagai Nabi utusan Allah, keadaan dan cara hidup
beliau masih ditandai oleh jiwa dan suasana kerakyatan, meskipun beliau berada
dalam lingkaran keadaan hidup yang serba dapat terpenuhi semua keinginan
lantaran kekuasaannya sebagai Nabi yang menjadi kekasih Tuhan-Nya. Pada waktu
malam sedikit sekali tidur, waktunya dihabiskan untuk bertawajjuh kepada Allah
dengan memperbanyak dzikir kepada-Nya. Tempat tidur beliau terdiri dari balai
kayu biasa dengan alas tikar dari daun kurma, tidak pernah memakai pakaian yang
terdiri dari wool, meskipun mampu membelinya. Pendek kata beliau lebih cinta
hidup dalam suasana sederhana ( meskipun pangkatnya Nabi ) Daripada hidup
bermewah-mewah.
Akan tetapi banyak para ahli
sejarahmemulai Sejarah tasawuf dengan Imam Ja’far Al Shadiq ibn Muhamad Bagir
ibn Ali Zainal Abidin ibn Husain ibn Ali ibn Abi Thalib. Imam Ja’far juga
dianggap sebagai guru dari keempat imam Ahlulsunah yaitu Imam Abu Hanifah,
Maliki, Syafi’i dan Ibn Hanbal.
Ucapan – ucapan Imam Ja’far banyak
disebutkan oleh para sufi seperti Fudhail ibn Iyadh Dzun Nun Al Mishri, Jabir
ibn Hayyan dan Al Hallaj. Diantara imam mazhab di kalangan Ahlulsunah, Imam Maliki
yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Imam Ja’far.
Kaitan Imam Ja’far dengan tasawuf,
terlihat dari silsilah tarekat, seperti Naqsyabandiyah yang berujung pada
Sayyidina Abubakar Al Shidiq ataupun yang berujung pada Imam Ali selalu
melewati Imam Ja’far.
Kakek buyut Imam Ja’far, dikenal
mempunyai sifat dan sikap sebagai sufi. Bahkan (meski sulit untuk dibenarkan)
beberapa ahli menyebutkan Hasan Al Bashri, sufi-zahid pertama sebagai murid
Imam Ali. Sedangkan Ali Zainal Abidin (Ayah Imam Ja’far) dikenal dengan
ungkapan-ungkapan cintanya kepada Allah yang tercermin pada do’anya yang
berjudul “Al Shahifah Al Sajadiyyah”. Tasawuf lahir dan berkembang sebagai
suatu disiplin ilmu sejak abad k-2 H, lewat pribadi Hasan Al Bashri, Sufyan Al
Tsauri, Al Harits ibn Asad Al Muhasibi, Ba Yazid Al Busthami. Tasawuf tidak
pernah bebas dari kritikan dari para ulama (ahli fiqh, hadis dll).
Praktik – praktik tasawuf dimulai
dari pusat kelahiran dan penyiaran agama Islam yaitu Makkah dan Madinah, jika
kita lihat dari domisili tokoh-tokoh perintis yang disebutkan di atas.
I.
Maqomat dan Hal
Istilah Maqam (jamak: maqamat), sebagaimana juga ahwal, dipahami secara
berbeda-beda oleh para sufi sendiri. Meskipun demikian, kesemuanya sepakat
memahami maqamat bermakna kedudukan seorang pejalan spiritual di hadapan Allah
yang diperoleh melalui kerja keras beribadah, bersungguh-sungguh melawan hawa
nafsu (mujahadah), dan latihan-latihan keruhanian budi-pekerti (adab) yang
memampukannya untuk memiliki persyaratan-persyaratan dan melakukan upaya-upaya
untuk menjalankan berbagai kewajiban (dengan sebaik-baiknya), demi mencapai
kesempurnaan.
Sedangkan hal (jamak: ahwal) adalah
suasana atau keadaan yang menyelimuti kalbu, yang diciptakan (sebagai hak
prerogatif) Allah dalam hati manusia, tanpa sang sufi mampu menolak keadaan itu
apabila datang, atau memperhatikannya apabila pergi. Berikut di antara
macam-macam maqamat :
1. Zuhud
Zuhud (penyangkalan)
dari semua kekayaan dunia ini. Ia hanya memiliki jubah bertambal sulam terbuat
dari robekan-robekan kain muslim atau pakaian kain kasar, tikar sholat dan tali
tasbih. Jubahnya itu beribu kali lebih karib baginya dibanding kain halus
pakaian serba mewah dan cantik.
2. Taubat
Semua orang bertaubat
karena melakukan pekerjaan yang terlarang (haram) dan karena makan makanan
haram supaya jangan tersiksa oleh hukum. Si Sufi bertaubat walaupun melakukan
pekerjaan halal dan karena makan makanan yang halal [andainya] supaya tidak
tergoda oleh yang terlarang dan meragukan (subhah).dengan cara memohon ampun atas
segala dosa dan kesalahan di sertai janji yang sungguh-sungguh untuk tidak akan
mengulangi perbuatan dosa tersebut.
3. Wara'
Rendah diri. Seorang
sufi tidak makan makanan apa pun, tidak memakai kain apa pun {tidak
memilih-milih}. Ia tidak ikut berkumpul dalam pergaulan sembarangan orang dan
ia tidak memilih persahabatan dengan siapa pun kecuali Tuhan, maka terpujilah
ia di sisi Tuhan.Wara' adalah meninggalkan segala yang di dalamnya terdapat
keragu-raguan antara halal dan haram(syubhat).
4. Kefakiran
Fakir adalah tidak
meminta lebih dari apa yang menjadi hak kita,tidak meminta rizki dan kecuali
hanya untuk menjalankan kewajiban-kewajiban.
5. Sabar
Sabar berarti menjauhkan
diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak allah. Jika bencana dua
dunia menimpa si sufi maka mereka tak akan begitu mempedulikannya dan jika
cinta penduduk bumi menyerbunya maka ia tidak berhenti berjalan di jalan
kesabaran.
6.
Tawakal
Tawakal adalah
menyerahkan diri seorang hamba kepada allah (Percaya dan yakin) Ia tidak
menuntut sesuatu apapun dari makhluk Tuhan atau dari Tuhan. Ia memujaNya hanya
demi Tuhan sendiri. Tak ada tanya jawab. sebagai hasilnya Tuhan Penguasa Alam
memberi peluang kepadanya untuk mencapai sasaran keinginannya bilamana ia
memerlukannya dan tak ada perhitungan untung rugi.
7.
Ridha
Ridha adalah tidak
berusaha, tidak menentang qada dan qadar alloh dan menerima apa adanya. Ridha
(kepuasan). Jika ia dibiarkan tampa kain (oleh kehendak Tuhan) mereka
berbahagia dan jika ia dibiarkan lapar ia bahagia. Ia tak pernah berada di
rumah keinginan diri (nafsu).
J.
Ma’rifatullah
Ma’rifatullah
(mengenal Allah) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin
terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin
manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas. Segelas susu
yang dibikin seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang
telah membuatnya menjadi segelas susu.
Menurut Ibn Al Qayyim :
Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul
ma’rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat
seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi
pengenalannya”.
Ma’rifatullah
tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma’riaftullah dimaknai dengan
pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah,
mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri
kepada Allah. Seseorang dianggap ma’rifatullah
(mengenal Allah) jika ia telah mengenali
1)
asma’ (nama) Allah
2)
sifat Allah dan
3)
af’al (perbuatan) Allah, yang terlihat dalam
ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.
Kemudian dengan bekal
pengetahuan itu, ia menunjukkan :
a. Sikap shidq (benar)
dalam ber-mu’amalah (bekerja) dengan
Allah,
b. Ikhlas dalam
niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah,
c. Pembersihan
diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya
bertentangan dengan kehendak Allah SWT
d. Sabar/menerima
pemberlakuan hukum/aturan Allah atas dirinya
e. Berda’wah/
mengajak orang lain mengikuti kebenaran agamanya
f. Membersihkan
da’wahnya itu dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas siapapun. Ia
hanya menyerukan ajaran agama seperti yang pernah diajarkan Rasulullah SAW.
g. Figur teladan
dalam ma’rifatullah ini adalah
Rasulullah SAW.
K.
Fana’ dan Baqo’
Secara harfiah fana’ berarti meninggal dan musnah, dalam kaitannya dengan sufi,
maka sebutan tersebut biasanya digunakan dalam proposisi fana’an artinya kosong dari segala sesuatu, melupakan atau tidak
menyadari sesuatu. Sedangkan dari segi bahasa kata fana’ berasal dari bahasa Arab, yakni faniya-yafna yang berarti musnah, lenyap, hilang, atau hancur.
Adapun arti fana’ menurut kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi
dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri.
Pendapat lain fana’ berarti
bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan, dapat berarti
hilangnya sifat-sifat tercela. Sedang baqa’
berasal dari kata baqiya dari segi bahasa berarti tetap, sedang menurut istilah
tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Dalam kaitannya
dengan sufi, maka sebutan baq biasanya digunakan dengan proposisi baqa’bi, yang berarti diisi dengan
sesuatu, hidup atau bersama dengan sesuatu. Dalam kamus Al-Kautsar, baqa’ berarti tetap, tinggal, kekal.
Bisa juga berarti memaafkan segala kesalahan sehingga yang tersisa hanyalah
kecintaan kepada-Nya.
Dalam tasawuf fana’ dan baqa’ datang
beriringan, sebagaimana dinyatakan oleh para ahli tasawuf, “apabila nampaklah
nur kebaqa’an, maka fana’lah yang tiada dan baqa’lah yang kekal. Tasawuf ini adalah fana’ dari dirinya dan baqa’ dengan Tuhannya karena hati mereka
bersama Allah.
L.
Al-Ittihad
Ittihad
secara bahasa berasal dari kata ittihada-yattahidu
yang berarti dua benda menjadi satu. Yang dalam istilah para sufi adalah satu
tingkatan dalam tasawuf yaitu bila seorang sufi merasa dirinya bersatu dengan
Tuhan. Tahapan ini merupakan tahapan selanjutnya yang dialami seorang sufi
setelah ia melalui tahapan fana’ dan baqa’. Dalam tahapan ittihad, seorang sufi bersatu dengan
Tuhan, antara yang mencintai dengan yang dicintai menyatu, baik substansi
maupun perbuatannya.
Ada dua tingkat pertanyaan (ittihad) yang biasa dibedakan yaitu
merasa bersatu dengan Tuhan, tetapi tetap menyadari perbedaan dirinya dengan Tuhan.
Yang disebut tingkat pertama. Pada tahap selanjutnya adalah kesadaran dari
ketiadaan yang bersama-sama dan mistik yaitu kesadaran akan adanya maha Zat
yang sangat berbeda. Kaum sufi memandangnya sebagai tingkat kebersatuan mutlak
yaitu bersatunya kebersatuan. Ketika sampai ke ambang pintu ittihad dari sufi
keluar ungkapan-ungkapan ganjil yang dalam istilah sufi disebut syatahat.
Dengan fana’nya Abu Yazid meninggalkan dirinya dan pergi kehadirat Tuhan, bahwa
ia telah dekat dengan Tuhan dapat dilihat dari syatahat yang diucapkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar