Rabu, 22 Juni 2016

tafsir tarbawi surah al-mu'minun ayat 12-16

TUGAS MAKALAH
“Surah Al-Mu’minun Ayat 12-16”
Diajukan Untuk Didiskusikan Dalam Mata Kuliah Tafsir Ayat Tarbawi

LOGO STAI YASNI MB.jpg



DOSEN PENGAMPU:
Mubaidilah.S.Th.I.MA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:
LIANA SANTI
LINDA WATI


STAI YASNI MUARA BUNGO

TAHUN AKADEMIK 2015

KATA   PENGANTAR

Segala puji kami hantarkan kehadirat Pencipta dan Pemilik alam semesta Allah SWT. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada manusia paling sempurna Nabi Muhammad SAW para sahabat dan seluruh umatnya.
Berkat pertolongan Allah SWT kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah tentang Tafsir Surat ar-rum ayat 30-31 yang kami susun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Tafsir Tarbawi. Kami harapkan makalah ini bisa membantu teman – teman untuk mengenal dan dapat untuk mendalaminya lebih jauh.
Kami penyusun makalah ini menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan di sana, Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan penyusunan makalah yang akan datang.




Penyusun,3 juni 2015


















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar  Belakang........................................................................................           iii
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................           iii
1.3 Tujuan…………………………………………………..........................           iii
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Surah Ar-rum Ayat 30-31 dan Terjemahaannya …..……………..................... 1
2.2  Tafsir Mufrodat…………….............………………….................................... 1
2.3  Tafsir al-Azhar dan al-Maraghi….……………………..................................... 2
2.4  Tafsir al-misbah................................................................................................. 12
2.5  Aspek-Aspek Tarbawi…………………………………..........................           15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 16
3.2 Saran.................................................................................................................. 16

 DAFTAR PUSTAKA



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Surat al-Mujadillah, 58:11 dan Terjemahannya
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ
Artinya:
11 Hai orang-orang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam maejlis", Maka lapangkanlah. niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
2.2 Tafsir Mufrodat
تَفَسَّحُوا                    : tawassa’u artinya melempangkan atau melapangkan.
انْشُزُوا                    : qumu, inhadhu atau irtafi’u, artinya berdiri, bangkit,          
                               sesuatu yang tinggi dari permukaan bumi.
يَرْفَع                       : meninggikan atau mengangkat.
الْمَجَالِسِ                  : (jamak dari majlis) artinya tempat duduk atau forum
                           pertemuan.
الْعِلْم                        : ilmu pengetahuan.
دَرَجَاتٍ                   : maratib artinya peringkat, martabat atau kedudukan[1]
2.3 Asbab Al-Nuzul
Diriwayatkan bahwa apabila ada orang yang baru datang ke majlis Rasulullah, para sahabat tidak mau memberikan tempat duduk kepada orang lain. Kemudian Allah menurunkan ayat tersebut (al-Mujadilah: 11) sebagai perintah untuk memberikan tempat duduk kepada orang yang baru datang (HR. Ibnu Jarir dari Qatadah).[2]
Dalam riwayat yang lain dikemukakan bahwa ayat tersebut diturunkan pada hari Jum’at, disaat pahlawan-pahlawan Badar datang keforum pertemuan yang penuh sesak. Orang-orang yang hadir lebih awal tidak mau memberikan tempat duduk kepada mereka, sehingga mereka terpaksa berdiri. Lalu Rasulullah menyuruh para sahabat yang sedang duduk itu supaya mereka berdiri agar tamu yang baru datang mendapat tempat duduk. Namun, orang-orang yang diperintah berdiri itu merasa tersinggung perasaan mereka. Kemudian, Allah menurunkan ayat di atas (al-Mujadilah:11) yang memerintahkan kepada mereka untuk memberikan tempat duduk kepada saudara-saudara mereka sesama mukmin (HR. Ibnu Abi Hatim dari Muqatil).[3]
2.4 Tafsir al-Azhar dan al-Maraghi Surat al-Mujadalah
Tentu saja berkerumunlah sahabat-sahabat Rasulullah SAW. mengerumuni beliau karena ingin mendengar butir-butir dan nasehat dan bimbingan beliau. Dan apabila masyarakat itu kian berkembang kian banyaklah majlis tempat berkumpul membincangkan hal-hal yang penting. Tentu saja majlis demikian kadang-kadang rnenjadi sesak dan sempit, karena banyaknya orang yang duduk. Dan kadang-kadang orang yang terlebih dahulu masuk mendapat tempat duduk yang bagus sedang yang datang kemudian tidak dapat masuk lagi. Kadang-kadang pula disangka oleh yang datang kemudian bahwa tempat buat duduk di muka sudah tidak dapat menampung orang yang baru datang lagi, sehingga yang baru datang terpaksa duduk menjauh. padahal tempat yang didalam itu masih lapang. Kadang-kadang orang yang telah enak duduknya di dalam itu kurang enak kalau ada yang baru datang meminta agar mereka disediakan tempat.[4]
Maka datanglah peraturan dari Allah sendiri yang mengatur agar majlis itu teratur dan suasananya terbuka dengan baik .
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9
Artinya :"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu berlapang-lapanglah pada majlis-majlis, maka lapangkanlah, [pangkal ayat 11].
Dari ayat diatas Allah memerintahkan kepada mereka sebab kecintaan dan kerukunan diantara orang-orang mu’min. Diantara sebab kecintaan dan kerukunan itu adalah melapangkan tempat di majlis (pertemuan) ketika ada orang yang datang dan bubar ketika disuruh bubar. Apabila kalian melakukan hal yang demikin itu, maka Allah akan meninggikan tempat-tempat kalian disurganya dan menjadikan kalian di dalam surga termasuk orang-orangyang berbakti tanpa kekhwatiran dan kesedihan.[5]
Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa para sahabat berlomba-lomba untuk berdekatan dengan tempat duduk Rasulallah SAW untuk mendengarkan pembicaraan beliau yang mengandung banyak kebaikan dan keutamaan yang besar. Diperintahkan pula untuk memberi kelonggaran dalam majlis dan tidak merapatkannya, dan apabila yang demikian ini menimbulkan rasa cinta didalam hati dan kebersamaan dalam mendengarkan hukum-hukum agama, maka akan dilapangkan baginya kebaikan-kebaikan di dunia dan akhirat.[6]
Isi kandungan pada ayat diatas berbicara tentang etika atau akhlak ketika berada dalam majelis ilmu. Etika dan akhlak tersebut antara lain ditunjukan untuk mendukung terciptanya ketertiban, kenyamanan dan ketenangan suasana dalam majelis, sehingga dapat mendukung kelancaran kegiatan ilmu pengetahuan.Ayat diatas juga sering digunakan para ahli untuk mendorong diadakannya kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, dengan cara mengunjungi atau mengadakan dan menghadiri majeis ilmu. Dan orang yang mendapatkan ilmu itu selanjutnya akan mencapai derajat yang tinggi dari Allah.[7]
Menurut Imam Al Qurthubi "Maksud ayat di atas yaitu, dalam hal pahala di akhirat dan kemuliaan di dunia, Allah SWT. akan meninggikan derajat orang beriman dan berilmu di atas orang yang tidak berilmu. Kata Ibnu Mas`ud, dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Taala memuji para ulama. Dan makna bahwa Allah SWT akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat, adalah derajat dalam hal agama, apabila mereka melakukan perintah-perintah Allah" (Tafsir Al-Qurtubi hal. 5070). [8]
Bahwa majlis, yaitu duduk bersama. Asal mulanya duduk bersama mengelilingi Nabi karena hendak mendengar ajaran-ajaran dan hikmat yang akan beliau keluarkan. Tentu ada yang datang terlebih dahulu, sehingga tempat duduk bersama itu kelihatan telah sempit. Karena diwaktu itu orang duduk bersama di atas tanah, belum memakai kursi sebagai sekarang. Niscaya karena sempitnya itu, orang yang datang kemudian tidak lagi mendapat tempat. Lalu dianjurkanlah oleh Rasul agar yang telah duduk terlebih dahulu melapangkan tempat bagi yang datang kemudian. Sebab pada hakikatnya tempat itu belumlah sesempit apa yang kita sangka. Masih ada tempat lowong, masih ada ternpat untuk yang datang kemudian. Sebab itu hendaklah yang telah duduk lebih dahulu melapangkan tempat bagi mereka yang baru datang itu. Karena yang sempit itu bukan tempat, melainkan hati. Thabi'at mementingkan diripada manusia sebagai kesan pertama, enggan memberikan tempat kepada yang baru datang itu. Oleh sebab itu apakah yang mesti dilapangkan lebih dahulu, tempatkah atau hati ? Niscaya hatilah ! Sebab bila kita lihat orang baru datang , kesan pertama ialah enggan memberikan tempat. Perhatikanlah orang yang menumpang kereta api yang telah bersempit-sempit. Tempat duduk hanya buat dua orang tetapi penumpang telah lebih dari hinggaan, sehingga banyak yang berdiri. Orang yang telah duduk tidaklah akan mempersalahkan orang yang naik kemudian itu untuk duduk didekatnya, sebab dia hendak mempertahankan haknya. Biarkan saja dia berdiri berjam-jam ! Masa bodoh ![9]
Tetapi kalau yang datang kemudian itu kenalan baiknya, akan segera orang itu disuruhnya duduk. Ataupun yang baru datang itu dengan sikap hormat memohon sudilah kiranya memberikan peluang baginya untuk turut duduk, niscaya akan diberinya juga dengan setengah enggan. tetapi setelah orang yang baru datang itu dapat membuka hati orang itu dengan sikapnya yang terbuka, dengan budi bahasanya, dengan senyum manisnya, akhirnya mereka tidak akan merasa sempit lagi, meskipun memang kelihatannya telah sempit. Begitu pula dalam majlis pengajian dalam masjid atau surau-surau sendiri. Betapapun sempitnya tempat pada anggapan semula, kenyataannya masih bisa dimuat orang lagi. Yang di luar disuruh masuk ke dalam, karena tempat masih lebar, meskipun ada yang telah mendapat tempat duduk itu yang kurang senang melapangkan tempat. Oleh sebab itu maka di dalam ayat ini diserulah terlebih dahulu dengan panggilan[10]
"orang yang beriman", sebab orang-orang yang beriman itu hatinya lapang, diapun mencintai saudaranya yang terlambat masuk. Kadang-kadang dipanggilnya dan dipersilahkannya duduk kedekatnya. Lanjutan ayat mengatakan;
Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9
Artinya: " niscaya Allah akan melapangkan bagi kamu."

karena hati telah dilapangkan terlebih dahulu menerima teman, hati kedua belah pihak akan sama-sama terbuka. Hati yang terbuka akan memudahkan segala urusan selanjutnya. Tepat sebagaimana bunyi pepatah yang terkenal; " Duduk sendiri bersempit-sempit, duduk banyak berlapang-alapang." Duduk sendiri fikiranlah yang jadi sempit, tidak tahu apa yang akan dikerjakan. namun setelah duduk bersama, hati telah terbuka, musyawarah dapat berjalan dengan lancar, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing."
Kalau hati sudah lapang fikiran pun lega, akal pun terbuka dan rezeki yang halal pun dapat didatangkan Allah dengan lancar. Kekayaan yang istimewa dalam kehidupan ini terutama ialah banyaknya kontak diantara diri dengan masyarakat, banyak mendapat pertemuan umum. Walaupun seseorang mendapat kekayaan berlipat ganda, sama saja keadaannya dengan seorang yang miskin kalau hatinya sempit kalau yang diingatnya hanya keuntungan diri sendiri, sehingga tempat duduk enggan memberikan kepada orang lain.
#sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù
Artinya: "Dan jika dikatakan kepada kamu "berdirilah", maka berdirilah!"
Ar-Razi mengatakan bahwa maksud dari kata-kata ini adalah dua ;
1.         Jika disuruh orang kamu berdiri untuk memberikan tempat kepada yang lain yang lebih patut duduk di tempat yang kamu duduki itu, segeralah berdiri!
2.         Yaitu jika disuruh berdiri karena kamu sudah lama duduk, supaya orang lain yang belum mendapat kesempatan diberi peluang pula, maka segeralah kamu berdiri! Kalau sudah ada saran menyuruh berdiri, janganlah "berat ekor" seakan-akan terpaku pinggulmu di tempat itu, dengan tidak hendak memberi kesempatan kepada orang lain.

Menurut suatu riwayat yang dibawakan oleh Muqatil bin Hubban, ayat ini turun pada hari jum'at. Ketika itu Rasulullah SAW. duduk di ruang Shuffah (yaitu ruang tempat berkumpul dan tempat tinggal sekali dari sahabat-sahabat Rasulullah SAW. yang tidak mempunyai rumah tangga). Tempat itu agak sempit dan sahabat-sahabat dari muhajirin dan Anshar telah berkumpul. Beberapa orang sahabat yang turut dalam peperangan Badr telah ada hadir dan kemudian datang pula yang lain. Mana yang datang mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW. dan kepada orang-orang yang hadir lebih dahulu.
Salam mereka dijawab orang yang telah hadir, tetapi mereka tidak bergeser dari tempat duduk mereka, sehingga orang-orang yang baru datang itu terpaksa berdiri terus. Melihat hal itu Rasulullah merasakan kurang senang terutama karena di antara yang baru datang itu adalah shahabat-shahabat yang mendapat penghargaan istimewa dari Allah, karena mereka turut dalam peperangan Badr. Akhirnya bersabdalah Rasulullah SAW. kepada sahabat-sahabat yang bukan ahli-ahli Badr; "Hai Fulan berdirilah engkau ! Hai Fulan, engkau berdiri pulalah ! "
Lalu beliau suruh duduk ahli-ahli Badr yang masih berdiri itu. Tetapi yang disuruh berdiri itu ada yang wajahnya terbayang rasa kurang senang atas hal yang demikian dan orang munafiq yang turut hadir mulailah membisikkan celaannya atas yang demikian seraya berkata; "Itu perbuatan yang tidak adil, demi Allah !" Padahal ada orang dari semula telah duduk karena ingin mendekat dan mendengar, tiba-tiba dia disuruh berdiri dan tempatnya disuruh duduki kepada yang baru datang. Melihat yang demikian bersabdalah Rasulullah SAW.: "Dirahmati Allah seseorang yang melapangkan tempat buat saudaranya ". (Ibn Abi Hatim)
Inilah sebab turun ayat menurut riwayat Muqatil bin Hubban itu. Sebuah riwayat sebab turun ayat lagi diriwayatkan pula dari Ibnu 'Abbas, bahwa turunnya ayat ini berkenaan dengan Tsabit bin Qais bin Syammas. Yaitu bahwa dia masuk ke dalam masjid terkemudian, didapatinya orang telah ramai. Sedang ia ingin sekali duduk di dekat Rasulullah SAW. karena telinganya kurang mendengar (agak pekak). Beberapa orang melapangk:an tempat baginya, tetapi beberapa yang lain tidak memberinya tempat sehingga terjadi pertengkaran. Akhirnya disampaikannya kepada Nabi SAW. bahwa dia ingin duduk mendekati Rasulullah ialah karena dia agak pekak, tetapi kawan ini tidak memberinya peluang untuk duduk. "Maka turunlah ayat ini", kata Ibnu 'Abbas ; Disuruh orang memperlapang tempat buat temannya dengan terutama sekali memperlapang hati! Dan jangan sampai seseorang menyuruh orang lain berdiri karena dia ingin hendak menduduki tempatnya tadi.
Lain keterangan lagi ialah bahwa mereka berduyun dan semua ingin paling dekat kepada Nabi. Maka turunlah ayat ini menyuruh memerlapang tempat untuk yang datang di belakang, dan kalau Nabi menyuruh berdiri segeralah berdiri, biar berikan pula tempat kepada yang baru datang, jangan hendak dikangkangi tempat itu untuk diri sendiri.
Lama-lama bertambah teraturlah majlis itu. Karena masing-masing orang telah tahu hormat menghormati, yang tua patut dituakan, yang lebih berjasa patut dilebihkan. karena Nabi SAW. pernah pula bersabda : "Supaya mengelilingiku orang-orang yang mempunyai pandangan jauh dan lanjutan." (Riwayat Imam Akhmad)
Sejak itu artinya orang-orang tua atau dituakan dijaga sajalah mana yang patut di muka biarlah dia di muka. Biasanya Abu Bakar di sebelah kanan beliau, 'Umar di sebelah kiri, sedang 'Utsman dan 'Ali duduk di hadapan beliau, sebab keduanya kerapkali diberi tugas mencatat wahyu kalau kebetulan turun. Begitu menurut yang dirawikan oleh Muslim.
Ar-Raziy mengatakan bahwa berkat pengaruh kelapangan tempat duduk karena hati yang lebih dahulu lapang itu, karena mereka memang banyak memang sempitlah tempat mereka duduk itu, tetapi tidak terasa sebab masing-masing melapangkan hati malahan silah menyilahkan, panggil memanggil. Dan kalau ada yang terpaksa meninggalkan majlis sebentar untuk sesuatu hajat, tidak ada yang mau menggantikan tempat duduk itu, kecuali kalau dia mengatakan tidak akan kembali lagi karena sesuatu uzur yang lain. Ar-Razi mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa apabila seseorang berlapang hati kepada sesamanya hamba Allah dalam memasuki serba aneka pintu kebajikan dan dengan kesenangan fikiran, niscaya Allah akan melapangkan pula baginya pintu-pintu kebajikan di dunia dan di akhirat. Sebab itu kata Razi selanjutnya tidaklah selayaknya orang yang berakal cerdas membatasi ayat ini hanya sekedar melapangkan tempat duduk dalam suatu majlis bahkan luaslah yang dimaksud oleh ayat ini yaitu segala usaha bagaimana agar suatu kebajikan dan kemanfaatan sampai kepada sesame Muslim, bagaimana supaya hatinya jadi senang, bagaimana membuat kita gembira dalam hatinya dan menghilangkan perasaannya yang tertekan, termasuklah semuanya dalarn cakupan ayat ini. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. :"Senantiasalah Allah akan menolong seorang hambaNya, selama hamba itu pun masih bersedia menolong sesaman Muslim."( dirawikan oleh Muslim, Abu Dawud dan At-Tarmidzi ; susunan kata dari riwayatnya.)
Selain dari itu ada lagi beberapa peraturan sopan santun yang berkenaan dengan shaff pula, terutama pada sembahyang berjamaah lima waktu. Orang dianjurkan berlomba menuju shaff yang pertama. Maka pada hari jum'at, banyaklah orang-orang yang dianggap tidak pantas menurut "shaff dunia" berlomba duduk ke shaff yang pertama. Mereka cepat-cepat datang ke Masjid karena melaksanakan anjuran Nabi SAW. lebih lekas ke masjid lebih baik, dan pahalanya lebih besar.
Tetapi kerapkali kejadian, orang-orang yang dipandang mendapat kedudukan duniawi yang lebih tinggi terlambat datang. Lalu beliau dipersilahkan datang di shaff yang pertama, bahkan kadang-kadang sajadah dan tempat duduk beliau telah tersedia. Maka kalau beliau datang tidak lagi boleh orang lain yang telah datang lebih dahulu disuruh meninggalkan shaffnya dan pindah ke shaff belakang, hanya semata-mata karena dia bukan "orang terpandang." Nabi SAW. bersabda; "Janganlah berdiri seseorang dari majlisnya untuk seorang yang lain tetapi lapangkanlah, niscaya Allah akan melapangkanmu pula." [ Dirawikan oleh Imam Ahmad ]
Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ
Artinya: "Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat "
Sambungan ayat ini pun mengandung dua tafsir :
1.      Jika seseorang disuruh melapangkan majlis, yang berarti melapangkan hati, bahkan jika dia disuruh berdiri sekali pun lalu memberikan tempatnya kepada orang yang patut didudukkan di muka, janganlah dia berkecil hati. Melainkan hendaklah dia berlapang dada. Karena orang yang berlapang dada itulah kelak yang akan diangkat Allah imannya dan ilmunya, sehingga derajatnya bertambah naik. Orang yang patuh dan sudi memberikan tempat kepada orang lain itulah yang akan bertambah ilmunya.
2.      memang ada orang yang diangkat Allah derajatnya lebih tinggi dari pada orang kebanyakan, pertama karena imannya, kedua karena ilmunya Setiap hari pun dapat kita melihat pada raut rnuka, pada wajah, pada sinar mata orang yang beriman dan berilmu.
Ada saja tanda yang dapat dibaca oleh orang yang arif bijaksana bahwa si Fulan ini orang beriman, si fulan ini orang berilmu. Iman memberi cahaya pada jiwa, disebut juga pada moral. Sedang ilmu pengetahuan memberi sinar pada mata. Iman dan ilmu membuat orang jadi mantap. Membuat orang jadi agung, walaupun tidak ada pangkat jabatan yang disandangnya. Sebab cahaya itu datang dari dalam dirinya sendiri, bukan disepuhkan dari luar.
ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ
Artinya :"Dan Allah dengan apa pun yang kamu kerjakan, adalah Maha Mengetahui " [Ujung ayat 11].
Ujung ayat ini ada patri ajaran ini. Pokok hidup utama adalah Iman dan pokok pengiringnya adalah Ilmu. Iman tidak disertai ilmu dapat membawa dirinya terperosok mengerjakan pekerjaan yang disangka rnenyembah Allah , padahal mendurhakai Allah.
Sebaliknya orang yang berilmu saja tidak disertai atau yang tidak membawanya kepada iman, maka ilmunya itu dapat membahayakan bagi dirinya sendiri ataupun bagi sesama manusia Ilmu manusia tentang tenaga atom misalnya, alangkah penting ilmu itu, itu kalau disertai Iman Karena dia akan membawa faedah yang besar bagi seluruh peri kemanusiaan. Tetapi ilmu itupun dapat dipergunakan orang untuk memusnahkan sesamanya manusia, karena jiwanya tidak dikontrol oleh Irnan kepada Allah.
Berkenaan dengan turunnya ayat tersebut dapat diikuti keterangan yang diberikan oleh Ibn Abi Khatim. Menurut riwayatnya yang diterima dari Muqatil bin Hibban, bahwa pada suatu ketika di hari jum’at Rasulullah berada disuatu tempat yang sempit, saat mana ia tengah menerima tamu dari penduduk Badar dari kalangan Muhajirin dan Anshar, tiba-tiba sekelompok seorang yang didalamnya termasuk Tsabit bin Qais datang dan ingin duduk dibagian depan  tempat tersebut. mereka berdiri memuliakan Rasulullah SAW, dan mengucapkan salam kepadanya. Nabi menjawab salam kelompok orang tersebut, dan juga kelompok tersebut menjawab salam kelompok orang tersebut, dan juga menjawab salam dari kelompok lainnya. mereka berdiri disampingnya dan menungggu agar diberikan tempat yang agak luas. Namun orang yang datang terdahulu tetap tidak memberikan peluang. Kejadian tersebut kemudian mendorong Rasulullah mengambil inisiatif dan berkata kepada sebagian orang yang ada disekitarnya, berdirilah kalian, berdirilah kalian. Kemudian berdirilah sebagian kelompok tersebut berdekatan dengan orang yang datang terdahulu, sehingga Rasulullah tampak menunjukkan kekecewaannya di hadapan mereka. Dalam keadaam demikian itulah ayat tersebut diturunkan. [11]
Selanjutnya berkenaan dengan kandungan ayat tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: Kata tafassabu pada ayat tersebut maksudnya adalah tawassa’u yaitu saling meluaskan dan mempersilakan. Sedangkan kata yafsabillahu lakum maksudnya Allah akan melapangkan rahmat dan rizki kepada mereka. Unsuzyu maksudnya saling merendahkan hati untiuk memberi kesempatan kepada setiap orang yang datang yarfa’illahu ladzina amanu, maksudnya Allah akan mengangkat derajat yang telah memuliakan dan memiliki ilmu diakhirat pada tempat yang khusus sesuai dengan kemuliaan dan ketinggian derajatanya.[12]
2.4  Tafsir al-Misbah
Larangan berbisik yang diturunkan oleh ayat-ayat yang lalu merupakan salah satu tuntunan akhlak, guna membina hubungan harmonis antar sesama. Berbisik di tengah orang lain mengeruhkan hubungan melalui pembicaraan itu. Ayat di atas merupakan tuntunan akhlak yang menyangkut perbuatan dalam majlis untuk menjalin harmonisasi dalam satu majelis.Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kamu” oleh siapa pun: berlapang-lapanglah.[13]
 Yaitu berupayalah dengan sungguh-sungguh walaupun dengan memaksakan diri untuk memberi tempat orang lain dalam majlis-majlis yakni satu tempat, baik tempat duduk maupun bukan tempat duduk, apabila diminta kepada kamu agar melakukan itu maka lapangkanlah tempat untuk orang lain itu dengan suka rela. Jika kamu melakukan hal tersebut, niscaya Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan apabila di katakan:” Berdirilah kamu ketempat yang lain, atau untuk diduduk tempatmu buat orang yang lebih wajar, atau bangkitlah melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad, maka berdiri dan bangkit-lah, Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu wahai yang memperkenankan tuntunan ini dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat kemudian didunia dan diakhirat dan Allah terhadap apa-apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa akan datang Maha Mengetahui.[14]
Ada riwayat yang menyatakan bahwa ayat di atas turun pada hari Jum’at. Ketika itu Rasul SAW. berada di suatu tempat yang sempit, dan telah menjadi kebiasaan beliau memberi tempat khusus buat para sahabat yang terlibat dalam perang Badr, karena besarnya jasa mereka. Nah, ketika majlis tengah berlangsung, beberapa orang diantara sahabat-sahabat tersebut hadir, lalu mengucapkan salam kepada Nabi SAW. Nabi pun menjawab, selanjutnya mengucapkan salam kepada hadirin yang juga dijawab, namun mereka tidak memberi tempat. Para sahabat itu terus saja berdiri, maka Nabi SAW. memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya yang lain yang tidak terlibat dalam perang Badr untuk mengambil tempat lain agar para sahabat yang berjasa itu duduk di dekat Nabi SAW. perintah Nabi itu, mengecilkan hati mereka yang disuruh berdiri, dan ini digunakan oleh kaum munafikin untuk memecah belah dengan berkata “katanya muhammad berlaku adil, tetapi ternyata tidak.” Nabi mendengar keritik itu bersabda: “Allah merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya.” Kaum beriman menyambut tuntunan Nabi dan ayat di atas pun turun mengukuhkan perintah dan sabda Nabi SAW.[15]
Kata tafassaḫû dan ifsaḫû terambil dari kata fasaḫa yakni lapang. Sedang kata unsyuzû terambil dari kata nûsyuz yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanya berarti beralih ketempat yang lebih tinggi. Yang dimaksud di sini pindah ketempat lain untuk memberi kesempatan yang lebih wajar duduk atau berada di tempat wajar pindah itu, atau bangkit melakukan suatu aktifitas positif. Ada yang memahaminya berdirilah dari rumah Nabi, jangan berlama-lama di sana, karena boleh jadi ada kepentingan Nabi SAW. Yang lain dari yang perlu segera dia hadapi.[16]
Kata majȃlis adalah bentuk jamak dari kata majlis. Pada mulanya berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad SAW. Membert tuntunan agama ketika itu. Tapi yang dimaksud di sini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri atau bahkan tempat berbaring. Karena tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang dihormati atau yang lemah. Seorang tua non-muslim sekalipun, jika anda wahai yang muda duduk di bus, atau kereta, sedang dia tidak mendapat tempat duduk, maka adalah wajar dan berdab jika anda berdiri untuk memberinya tempat duduk.[17]
Ayat diatas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat[18] yakni lebih tinggi dari sekedar beriman. Tidak disebutnya kata meninggikan[19] itu, sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang di milikinya itulah yang berperanan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.[20]
Tentu saja yang di maksud dengan alladzȋnaûtû al-‘ilmu/yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat di atas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal shaleh, dan yang kedua beriman dan beramal shaleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal pengajarannya kepada pihak lain secara lisan, atau tulisan maupun dengan keteladanan.[21]
Ilmu yang di maksud ayat di atas bukan hanya ilmu agama tetapi ilmu apapun yang bermanfaat. Dalam QS. 35: ayat 27-28. Allah meguraikan sekian banyak mahluk Ilahi, dan fenomena alam, lalu ayat tersebut ditutup dengan menyatakan bahwa: yang takut dan kagum kepada Allah dari hamba-hambanya hanyalah ulama, ini menunjukkan bahwa ilmu dalam pandangan al-Qur’an bukan hanya ilmu agama. Di sisi lain juga menujukkan bahwa ilmu haruslah menghasilkan khasyyah yakni rasa takut dan kagum kepada Allah, yang pada gilirannya mendorong yang berilmu untuk mengamalkan ilmunya serta memanfaatkan untuk kepentingan mahkluk, Rasul sering kali berdo’a (aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat).[22]
2.5  Aspek-Aspek Tarbawi
1.      Pada QS. Al-Mujadillah ayat 11 ini mejelaskan Bahwa para sahabat berupaya ingin saling mendekat pada saat berada di majelis Rasulullah SAW, dengan tujuan agar ia dapat mudah mendengar wejangan dari Rasulullah SAW. Yang diyakini bahwa dalam wejangannya itu terdapat kebaikan yang amat dalam serta keistimewaan yang agung.
2.      Bahwa perintah untuk saling meluangkan dan meluaskan tempat ketika berada di majelis, tidak saling berdesakan dan berhimpitan dapat dilakukan sepanjang dimungkinkan, karena cara demikian dapat menimbulkan keakraban diantara sesama orang yang berada di dalam majelis dan bersama-sama dapat mendengar wejangan Rasulullah SAW.
3.      Bahwa pada setiap orang yang memberikan kemudahan kepada hamba Allah yang ingin menuju pintu kebaikan dan kedamaian, Allah akan memberikan keluasan kebaikan di dunia dan akhirat. Singkatnya ayat ini berisi perintah untuk memberikan kelapangan dalam mendatangkan setiap kebaikan dan memberikan rasa kebahagiaan kepada setiap orang Islam. Atas dasar inilah Rasulullah SAW, menegaskan bahwa Allah akan selalu menolong hambanya, selama hamba tersebut selalu menolong sesama saudaranya.[23]


BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang disuruh melapangkan majlis, yang berarti melapangkan hati, bahkan jika dia disuruh berdiri sekali pun lalu memberikan tempatnya kepada orang yang patut didudukkan di muka, janganlah dia berkecil hati. Melainkan hendaklah dia berlapang dada. Karena orang yang berlapang dada itulah kelak yang akan diangkat Allah imannya dan ilmunya, sehingga derajatnya bertambah naik. Orang yang patuh dan sudi memberikan tempat kepada orang lain itulah yang akan bertambah ilmunya. memang ada orang yang diangkat Allah derajatnya lebih tinggi dari pada orang kebanyakan, pertama karena imannya, kedua karena ilmunya Setiap hari pun dapat kita melihat pada raut rnuka, pada wajah, pada sinar mata orang yang beriman dan berilmu.

3.2     Saran
  Kepada saudara sekaligus rekan sesame mahasiswa STAI YASNI Muara Bungo, kami sarankan janganlah kuliag sekedar untuk mengejar gelar, tetapi jadikanlah kuliah ini sebagai pemenuhan kebutuhan kita akan ilmu agama yang hendak kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari.


 DAFTAR PUSTAKA

Shihab, M. Quraish. dkk.,Tafsir Al-Misbah, Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Volume XIV, Jakarta: Lentera Hati. 2006

Hamka,  Tafsir Al-Azhar, Pustaka Islam, juz 28, Surabaya, 1993.

Muhammad al-Wahidi. Asbab al-Nuzul. Beirut: Dar al-kitab al-‘Ilmiyyah, 2006.





[2] Muhammad al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, (Beirut: Dar al-kitab al-‘Ilmiyyah, 2006), hal. 213.
           [3] Ibid, hal. 213.

[4] Diakses dari http://kongaji.tripod.com/myfile/Al-Mujaadalah-ayat-11-13.htm
[6] Loc.cit
[7] Loc.cit
[10] Loc.cit
[11] Ahmad musthafa al-maraghi, tafsir al-maraghi,jilid X, (Beirut; Dar al-fikr, tp.th.)hal.16
[12]  Ibid, hal.16
[13] Berlapang-lapanglah kita dalam suatu pertemuan/majelis dengan memberikan tempat kepada Saudara-saudara kita yang baru datang.
[14] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian al-
   Qur’an, Volume XIV( Jakarta; Lentera Hati, 2006 ); hlm. 77
[16] Loc.cit
[17] Loc.cit
[18] Darajāt (beberapa derajat), yakni beberapa keutamaan didalam surga, mengungguli derajat orang-orang yang diberi iman tanpa ilmu. Sebab seorang Mukmin yang berilmu lebih utama daripada orang Mukmin yang tak berilmu.
[19] Kemerdekaan manusia tercermin dari kepemilikan akalnya. Manusia diberikan oleh Allah sebuah akal untuk memilah dan memilih mana yang benar di antara yang salah. Maka Islampun menyeru kepada kita untuk terus mengasah akal pikiran kita. Tentu saja caranya dengan belajar, dimana belajar di dalam Islam merupakan sebuah kewajiban individu.
[20] Op.cit, hal.77
[21] Ibid, hal.77
[22] Ibid, hal. 78





Tidak ada komentar:

Posting Komentar