Kamis, 23 Juni 2016

17 Tahun tinggal dalam Kuburan

Inspirasi untuk kita semua

KISAH NYATA
17 TAHUN TINGGAL DALAM KUBURAN 





Saya terinspirasi menuliskan ulang kisah ini berdasarkan video yang saya dengarkan dan juga kisah ini lumrah terjadi di kalangan masyarakat, apalagi yang minim ilmu agamanya..

pada suatu hari ada yang seorang remaja yang memiliki kedua orang tua yang terpandang dan kaya raya, semua orang menganggap hidup mereka sangat beruntung, tetapi tidak seprti itu kenyataannya, anak mereka merasakan bahwa selama ini ia hanya tinggal di dalam kuburan dan di beri makan, minum, kebutuhan yang dibutuhkan oleh sang anak, remaja tersebut hanya menurut saja apa yang di perintahkan oleh orang tuanya

semua berlalu hingga remaja itu berumur 17 tahun, pada usia tersebut orang tua nya akan mengabulkan semua permintaannya di hari ulang tahunnya..
remaja itu sangat menunggu moment tersebut..

dan akhirnya...
datanglah waktu yang ia tunggu-tunggu,
orang tua nya telah berjanji akan mengabulkan semua keinginannya tersebut, terjadilah percakapan antara orang tua dan anak..

remaja       : ayah saya tidak ingin lagi tinggal dalam kuburan..
ayah          : maksudmu nak?
remaja       ; aku tidak ingin tinggal dalam kuburan ini ? bolehkan aku keluar dari kuburan ini,,
ayah          : maksud kamu apa?
remaja       : tapi ayah sudah berjanji akan mengabulkan permintaan ku?
ayah          : ya sudah nak, jelaskan pada ayah?
remaja      : 17 tahun aku tinggal di kuburan, sekalipun aku tidak pernah mendengarkan ayah membaca al-qur'an, shalat dan tidak pernah mengajari aku tentang agama, aku tidak butuh harta yang melimpah aku hanya butuh ketenangan jiwa, selama ini aku hanya menuruti semua perintah ayah dan ibu tanpa membantah, untuk sekali ini mohon kabulkan permintaanku..

semenjak kejadian tersebut barulah orangtua nya menyadari bahwa tidak selamanya uang bisa memberikan kebahagian, karena walaupun harta banyak, jiwa akan tetap hampa tanpa agama..

Dari cerita dan kisah diatas, semoga dapat menyadarkan kita pentingnya mempelajari ilmu agama, pentingnya membaca al-qur'an di rumah, pentingnya shlat lima waktu, pentingnya mendidik anak tentang agama..
seperi hadis berikut " Rasulullah saw telah mensinyalir bahwa ada rumah yang seperti kuburan dalam sabdanya, "Jangan jadikan rumah-rumah kalian kuburan, sesungguhnya syetan lari dari rumah yang dibacakan surat Al Baqarah." (HR Muslim, no. 1300)

      Berdasarkan hadits ini, berarti ada rumah yang mungkin nilainya milyaran rupiah, tapi ternyata ia sesungguhnya seperti kuburan. Yaitu, ketika rumah itu sepi dari Al-Qur'an. Saat ayah, ibu, anak dan penghuni rumah tersebut jauh dari Al-Qur'an. Ketika anggota keluarga tidak pernah berinteraksi dengan Al-Qur'an; tidak pernah memprogramkan untuk rajin membaca Al-Qur'an atau memperbaiki bacaan Al-Qur'an, menghafalnya dan meningkatkan secara kuantitas dan kualitas hafalannya, mentadabburinya, mengamalkannya dan mendakwahkannya serta memberi perhatian besar terhadap upaya membumikan Al-Qur'an, maka ketika itulah rumah menjadi kuburan.

See Next time..
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Rabu, 22 Juni 2016

Makalah Tafsir tarbawi SURAH Al-fathir ayat 27-28

TUGAS MAKALAH
“Surah Al-Fathir ayat 27 dan 28”
Diajukan Untuk Didiskusikan Dalam Mata Kuliah Tafsir Ayat Tarbawi




DOSEN PENGAMPU:
Mubaidilah.S.Th.I.MA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4:
YULI NOFRIANI
WISMA RINI
TAUFIK ISKANDAR

 (SEMESTER 4 PAI B)


STAI YASNI MUARA BUNGO

TAHUN AKADEMIK 2015

KATA   PENGANTAR

Segala puji kami hantarkan kehadirat Pencipta dan Pemilik alam semesta Allah SWT. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada manusia paling sempurna Nabi Muhammad SAW para sahabat dan seluruh umatnya.
Berkat pertolongan Allah SWT kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah tentang Tafsir Surat al-Fathir Ayat 27 dan 28 yang kami susun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Tafsir Tarbawi. Kami harapkan makalah ini bisa membantu teman – teman untuk mengenal dan dapat untuk mendalaminya lebih jauh.
Kami penyusun makalah ini menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan di sana, Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan penyusunan makalah yang akan datang.




Penyusun,1 april 2015
















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar  Belakang........................................................................................           iii
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................           iii
1.3 Tujuan…………………………………………………..........................           iii
BAB II PEMBAHASAN
2.2  Surah al-Fathir dan Terjemahnya....................................................................... 1
2.3  Tafsir Mufrodat…………….............………………….................................... 1
2.4  Asbabul al-Nuzul............................................................................................... 2
2.5  Tafsir al-Azhar dan al-Maraghi….……………………..................................... 2
2.6  Aspek-Aspek Tarbawi…………………………………................................... 15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 16
3.2 Saran.................................................................................................................. 16

 DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Surat fathir yang berarti pencipta, yang diambil dari kalimat ketiga dari ayat1, adalah diturunkan dimakkah sesudah turunnya surat luqman.dalam susunan 114 surat dalam Al-qur’an dia merupakan surat yang ke 35. Sejak dari pangkal surat sampai kepada akhirnya, surat ini telah dapat menggetarkan hati manusia untuk mengetahui hubungannya sebagai insan dengan kebesaran alam yang berada disekitarnya, untuk sampai kepada kesimpulan betapa kebesaran dan keagungan dari maha pencipta itu sendiri. Manusia disuruh mengingat bagaimana kedudukannya ditengah alam, bagaimana allah menumpahkan rahmat dan kasih sayang serta nikmatNya kepada mereka , dengan tercurahnya rezeki, baik yang turun dari langit atau yang mempusat dibumi. Disamping itu diterangkanlah celaka orang yang tidak beriman, celaka orang yang mempersekutu Allah dengan yang lain.[1]
     Seakan dalam surat ini digambarkan suatu jalan yang mengembang luas, tetapi berpusat kepada satu pusat, yaitu Qudrat iradat ilahi yang tidak terbatas. Surat ini membayangkan kemana jalan hidup yang ditempuh oleh manusia agar dia selamat. Penciptaan manusia hingga ia dapat hidup dimuka bumi ini,dari jenis apa dia di jadikan dan bagaimana ia berketurunan dan berkembangbiak dan bagaimana sehingga mana batas yang tidak dapat ditempuhnya lagi, yang dinamai ajal, dinampakkan dalam surat ini, bahwa semua diatur oleh satu kekuasaan saja.ditangan itu pula kendali peredaran bumi, gerak bintang-bintang dan perjalanan palak. Sehingga terdapat bahwa peraturan itu tetap tidak berubah-rubah , tandanya tidak berubah pula yang menciptakannya dan itu juga yang mengaturnya. Laksana sebuah mobil, cepatlah dia rusak karena banyak tangan yang memegangnya.[2]
Didalam surat ini dijelaskan sekali dimana tujuan hidup kita, yaitu menjadi khalifah Allah dimuka bumi, kata jama’nya ialah khala-if merupakan satu tugas yang amat mulia yang menjelaskan betapa tinggi penghargaan tuhan atas makhlukNya yang sejenis ini.sehingga dunia ini semata-mata hanya tempat singgah; tujuan terakhir ialah akhirat. Maka sejauh-jauh perjalanan, setinggi-tinggi pengajian, namun kesimpulannya hanya satu jua, yaitu kesadaran kita insan ini dimana kita sekarang, apa tugas kita dan hubungan kita dengan alam sekeliling, yang semuanya itu satu padu dalam genggaman Maha Kuasa Ilahi.

1.2 Rumusan masalah
1)      Jelaskan arti dari surat al-fatir ayat 27 dan 28?
2)      Jelaskan tafsir mufrodat dari surat al-fathir ayat 27 dan 28?
3)      Bagaimana penafsiran tarbawi surat al-fatir ayat 27 dan 28?
1.3 tujuan
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami,membedakan, dan mengartikan setiap penjelasan serta kandungan surat al-fathir serta menambah pengetahuan dan wawasan kita.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Surat al-Fathir dan Terjemahannya
SURAT al- Fathir 27&28
        
óOs9r& ts? ¨br& ©!$# tAtRr& z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB $oYô_t÷zr'sù ¾ÏmÎ/ ;NºtyJrO $¸ÿÎ=tFøƒC $pkçXºuqø9r& 4 z`ÏBur ÉA$t6Éfø9$# 7Šyã` ÖÙÎ/ ֍ôJãmur ì#Î=tFøƒC $pkçXºuqø9r& Ü=ŠÎ/#{xîur ׊qß ÇËÐÈ šÆÏBur Ĩ$¨Z9$# Å_U!#ur¤$!$#ur ÉO»yè÷RF{$#ur ì#Î=tFøƒèC ¼çmçRºuqø9r& šÏ9ºxx. 3 $yJ¯RÎ) Óy´øƒs ©!$# ô`ÏB ÍnÏŠ$t6Ïã (#às¯»yJn=ãèø9$# 3 žcÎ) ©!$# îƒÍtã îqàÿxî ÇËÑÈ
27. Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.
28. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

2.2  Tafsir Mufrodat :
أَلَمْ تَرَ        :(tidakkah kamu melihat) firman ini ditujukan kepada  
                 Rasulullah SAW dan kepada orang-orang yang berbuat baik
                    kepada Rasulullah SAW.[1]
Al-wanuha : warna-warnanya, seperti merah, kuning, hijau, dan lain
                     sebagainya[2]
Al-judad    :Jamak dari juddah. Artinya jalan, yakni jalan-jalan yang
                    bermacam-macam warnanya, digunung dan seminsalnya
Al- gharabib : jamak dari ghirbib: hitam pekat. Orang mengatakan
                      aswadu ghirbib(hitam pekat). Abyadhu baqiq(putih    
                    cemerlang) ashfaru faqi’(kuning mengkilau) dan ahmaru
                    karim(merah membara)[3]
Ulama       : Orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan
                    Allah SWT.[4]

2.3 Tafsir al-Azhar dan al-Maraghi Surat al-Fathir Ayat 27 dan 28
Setelah Allah SWT,menyebutkan dalil-dalil yang menunjukkan atas keesaanNya, keagungan dan kekuasaanNya; dan yang berpaling daripadaNya adalah orang-orang musyrik yang bersikap keras kepala, maka dilanjutkan dengan menyebutkan apa yang mereka lakukan berupa pemandangan-pemandangan yang bermacam-macam bentuk dan warnanya. Semoga hal itu dapat mengembalikan kesadaran mereka dan membangkitkan akal pikiran untuk mengambil pelajaran dari apa yang mereka lihat.[5]
óOs9r& ts? ¨br& ©!$# tAtRr& z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB $oYô_t÷zr'sù ¾ÏmÎ/ ;NºtyJrO $¸ÿÎ=tFøƒC $pkçXºuqø9r&
Artinya : “tidakkah engkau lihat bahwasanya Allah telah menurunkan air dari langit”(pangkal ayat 27).

Tentulah yang dimaksud disini lihat dengan perhatian. banyak sekali ayat dalam Al-qur’an yang menganjurkan perhatian kita terhadap hujan dan terhadap air. Tentang terjadinya hujan telah disebutkan tentang angin yang dikirim oleh Allah lalu dari membangkitkan Awan dan awan itu dihalau ke negeri yang telah kering mati, maka Allah hidupkan bumi sesudah matinya. Tentang air itu sendiri telah dijelaskan pula bahwa segala sesuatu ini menjadi hidup lantaran.ini dijelaskan dalam surat 21, Al-anbiya’ ayat 29.[6]
      Dalam ayat ini diterangkan lagi bagaimana Allah menurunkan air itu dari langit yaitu dari tempat yang diatas kita; “maka kami keluarkan dengan dia buah-buahan dengan berbagai warnanya. Artinya dengan sebab turunnya air dari langit, yang berupa hujan itu maka suburlah bumi dan hiduplah segala-galanya. Diantaranya keluarlah dari bumi berbagai macam dan berbagai jenis buah-buahan serta berbagai kacang-kacangan dan lain-lainnya.semuanya itu adalah simpanan bumi , simpanan itu tidak akan keluar jika bumi tidak subur kalau hujan tidak turun.[7] 
Semakna dengan ayat ini ialah firman Allah Ta’ala:
Îûur ÇÚöF{$# ÓìsÜÏ% ÔNºuÈq»yftGB ×M»¨Zy_ur ô`ÏiB 5=»uZôãr& ×íöyur ×@ŠÏƒwUur ×b#uq÷ZϹ çŽöxîur 5b#uq÷ZϹ 4s+ó¡ç &ä!$yJÎ/ 7Ïnºur ã@ÅeÒxÿçRur $pk|Õ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ Îû È@à2W{$# 4 ¨bÎ) Îû šÏ9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 šcqè=É)÷ètƒ ÇÍÈ
Artinya:
     Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanam-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Q.S. Ar Ra'd: 4)
Ayat ini melanjutkan uraian tentang bukti-bukti kuasa Allah SWT. Ia mengajak setiap orang dengan menggunakan gaya pertanyaan – untuk berpikir dan memperhatikan. Allah berfirman: Wahai siapapun yang mampu melihat dan berpikir! Tidaklah engkau melihat bahwa Allah menurunkan dari langit air hujan lalu kami dengan kuasa kami dan melalui hukum-hukum Allah yang kami tetapkan mengeluarkan yakni menghasilkan dan memunculkan dengannya yakni dengan hujan itu berbagai jenis buah-buahan yang beraneka macam warna, bentuk, rasa dan aroma-nya. Seandainya yang melakukan itu adalah alam tentu hal-hal tersebut tidak akan beragam dan bermacam-macam. Dan perbedaan serta keragaman serupa terjadi juga pada yang lebih kukuh dari buah-buahan. Engkau dapat melihat di antara gunung-gunung ada yang memiliki jalur dan garis-garis yang terlihat berwarna putih dan ada juga yang merah yang kejelasan warna dan keburamannnya beraneka macam warnanya dan ada pula di samping yang merah dan putih itu yang pekat hitam.[8]
      Ayat di atas beralih dari redaksi yang berbentuk persona ketiga dengan kalimat “Allah menurunkan dari langit air” kepada persona pertama dengan menyatakan: “lalu kami mengeluarkan dengannya”. Pengalihan bentuk itu bertujuan menggaris bawahi betapa ciptaan dan pengaturan Allah menyangkut keanekaragaman tumbuhan sedemikian mempesona dan menjadi bukti betapa luas kekuasaan-Nya. [9]
4 z`ÏBur ÉA$t6Éfø9$# 7Šyã` ÖÙÎ/ ֍ôJãmur ì#Î=tFøƒC $pkçXºuqø9r& Ü=ŠÎ/#{xîur ׊qß ÇËÐÈ
Artinya : “Dan dari gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah, berlain-lainan warnanya dan yang pekat hitam.”(ujung ayat 27).
Selain dari hasil buah-buahan dari bumi yang berbagai bentuk, berbagai warna. Dan berbagai rasa disuruh pula kita melihat gunung-gunung. Gunung-gunung sangat menarik perhatian baik dari segi warna,jenis serta bentuknya yang terbuat dari batu-batu granit yang keras atau gunung-gunung yang mengeluarkan lahar dan memancarkan api atau gunung-gunung yang hijau dan gunung-gunung yang yang diseliputi salju.[10]
Ujung ayat “gharaabibu suud”yang kita artikan pekat hitam, menurut Ikrimah artinya puncak gunung yang tinggi menghitam. Judadun biidhun yang kita artikan dengan garis-garis putih, menurut Ibnu Abbas artinya adalah jalan-jalan yang lesa karena jejak kaki orang yang selalu mencari jalan lintas disana yang dinamai jalan memintas.[11]
      Seruan sederhana dalam ayat ini dapat diperdalam lagi, yang menimbulkan ilmu pengetahuan. Dalam kata buah-buahan berbagai warna akan timbullah ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu pertanian, ilmu memupuk, ilmu uculasi agar dapat hasil yang lebih unggul. Dan tentang menyebut garis warna putih , merah-merah pekat hitam di gunung-gunung, orang dapat mempelajari tentang keadaan tanah ditempat itu, mineral apa yang dikandungnya, logam apa yang terdapat didalamnya, adakah besi, Loyang,tembaga, perak, emas, aluminium, timah dan sebagainya.[12]
Dalam firman Allah ini, Allah mengingatkan kepada Rasulullah SAW dan juga kepada orang yang berbuat baik kepada Rasul ( umat manusia ) bahwa Allah telah menurunkan hujan dari langit yang dengan hujan itu dapat menghasilkan buah-buahan yang beraneka macam jenis dan kelompoknya, juga bermacam-macam warnanya antara lain putih, merah, kuning, hijau dan hitam. Selain itu Allah juga menjadikan gunung-gunung yang antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih yang beraneka macam warnanya ada pula yang hitam pekat.[13]
Imam Jauhari mengatakan : hitam pekat artinya warna yang sangat hitam. Firman Allah S.W.T. : dan demikian pula diantara manusia, binatang melata dan ternak itu bermacam-macam warna dan jenisnya, sesungguhnya Allah menciptakan segala sesuatu dengan bermacam-macam warna dan berbeda-beda jenisnya, hal ini Allah ingin menunjukkan bukti sebagai keagungan, keadilan atas kekuasaan dan keindahan ciptaannya. Dan ulama yang dapat mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah S.W.T.[14]
šÆÏBur Ĩ$¨Z9$# Å_U!#ur¤$!$#ur ÉO»yè÷RF{$#ur ì#Î=tFøƒèC ¼çmçRºuqø9r& šÏ9ºxx. 3
Artinya : “dan dari antara manusia dan binatang-binatang melata dan binatang ternak beraneka ragam warnaya pula.”(pangkal ayat 28).
      Diayat ini disebut tiga kelompok besar makhluk bernyawa pengisi bumi. Pertama ialah manusia dengan berbagai warna, bahasa dan bangsa. Kita akan melihat berbagai ragam suku, berbagai ragam bangsa dan berbagai ras. Kita akan melihat berbagai warna kulit: ada yang dinamai orang kulit putih, berkulit hitam, ada juga yang berkulit merah, serta orang kulit kuning, ada juga warna sawo matang, warna kehitaman. Ini mengandung ilmu dengan berbagai cabangnya pula sebagai geografi, ethonologi, ilmu social (sosiologi), politik dan kebudayaan, dan atropologi dan lain-lain.[15]Kedua, perhatian kita dipusatkan kepada binatang-binatang yang melata dimuka bumi ini. Baik yang berjalan dengan berkaki empat, berkaki enam maupun yang memiliki berpuluh-puluh kaki. Demikian juga berbagai jenis bangsa serangga seperti lipan sampai kepada cacing, termasuk juga binatang yang di rimba yang masih buas dan liar. Ketiga, disebutkanlah tentang binatang-binatang ternak; sejak dari untanya, kerbau, sapi, kambing dan domba. Ada pula yang diternak untuk dikendarai sebagai kuda, keledai dan lain-lain.bahwa mereka beraneka warnanya.[16]
Tiga kali disebut aneka warna; baik warna macamnya atau warna jenisnya. minsalnya jenis pisang ditanah air Indonesia pisang itu bukanlah satu macam saja. Ada pisang ambon, pisang jarum, pisang lidi, pisang batu, pisang raja, ada pisang raja serai, dan pisang raja tenalun, ada pisang buai dan lain-lain. Demikian juga seumpama mangga, ada mangga golek, mangga  harum manis, mangga indramayu, dan lain-lain beraneka warnanya.[17]
Ada lagi yang benar-benar warna. Sebagai disebutkan pada warna di gunung: yang bergaris putih-putih atau merah-merah atau pekat hitam, maka warna-warni itu di dapati dimana-mana. Warna lautan yang biru sama dengan warna langit jika awan tidak menghalanginya, warna fajar menyingsing yang laksana perak, warna matahari terbenam yang menderang mendekati warna merah sampai Allah menjelaskan segala yang berada di muka bumi adalah perhiasan bagi bumi.[18]
Melihat warna kembang saja pun akan mempesonakan jiwa kita, demikian juga warna bulu burung-burung atau warna sisik ikan dilaut, sama sekali itu sungguh-sungguh mengandung keajaiban yang tidak putus-putus tentang tentang kekayaan Allah[19]
Demi setelah menyuruh kita melihat dan memperhatikan itu semuanya, yang dapat menimbulkan berbagai ilmu pengetahuan dan pengalaman, bersabdalah Allah:sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya hanyalah orang-orang yang berilmu.” Dengan jelas pada kalimat dibawah ayat ini dijelaskan bahwasanya orang yang bisa merasakan takut kepada Allah, ialah orang-orang yang berilmu.dipangkal kata ini tuhan memakai kata “innamaa”, yang berarti “lain tidak hanya”ahli-ahli ilmu nahwu mengatakan huruf innamaa adalah aadatu hashr, yang artinya “alat untuk pembatas”. Sebab itu artinya yang tepat dan jitu ialah: “lain tidak hanyalah orang-orang yang berilmu jua yang akan merasa takut kepada Allah”, kalau ilmu tidak ada, tidaklah orang akan merasa takut kepada Allah. Karena timbulnya suatu ilmu ialah setelah diselidiki. Maka jelaslah dipangkal ayat tadi bahwa Allah telah bersabda:”tidakkah engkau lihat”! maka kalau tidak dilihat tidaklah akan tahu. Kalau sudah dilihat dan diketahui, dengan sendirinya akan mengertilah bagaimana kebesaran Allah, kekuatanNya, dan keagunganNya.terasa kecil diri dihadapan kekuasaan maha besar itu; maka timbullah takut.[20]
 Sesungguhnya yang takut kepada Allah lalu bertakwa terhadap hukumNya dengan cara patuh hanyalah orang-orang yang mengetahui tentang kebesaran kekuasaan Allah atas hal-hal apa saja yang dia kehendaki, dan bahwa dia melakukan apa saja yang ia kehendaki. Karena orang yang mengetahui hal itu, dia yakin tentang hukuman Allah atas siapapun yang bermaksiat denganNya. Maka dia merasa takut dan ngeri kepada Allah karena mendapatkan hukuman-Nya.[21]
Ada sebuah atsar yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia berkata: orang yang berilmu tentang Allah yang maha pengasih diantara hamba-hambaNya ialah orang yang tidak menyekutukan dia dengan sesuatu pun; menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa yang diharamkanNya, memelihara wasiatNya dan yakin bahwa ia akan bertemu denganNya dan memperhitungkan amalnya.[22]
Berkata Ibnu `Abbas: "Yang dinamakan ulama ialah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu". Di dalam suatu riwayat dari Ibnu `Abbas ia berkata: "Ulama itu ialah orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, yang menghalalkan yang telah dihalalkan Allah dan mengharamkan yang telah di haramkanNya, menjaga perintah-perintahNya, dan yakin bahwa dia akan bertemu denganNya yang akan menghisab dan membatasi semua amalan manusia". Ayat ini ditutup dengan suatu penegasan bahwa Allah SWT Maha Perkasa menindak orang-orang yang kafir kepadaNya. Dia bukan mengazab orang-orang yang beriman dan taat kepadaNya. Maha Pengampun kepada orang-orang yang beriman dan taat kepadaNya. Dia kuasa mengazab orang-orang yang selalu berbuat maksiat dan bergelimang dosa, sebagaimana Dia berkuasa memberi pahala kepada orang-orang yang takut kepadaNya dan mengampuni dosa-dosa mereka, maka sepatutnya manusia itu takut kepada Nya.[23]
Sedangkan Hasan Al- Basri berkata;”orang yang berilmu ialah orang yang takut kepada Allah yang maha pengasih, sekalipun ia tidak mengetahuiNya. Dan menyukai apa yang disukai oleh Allah dan menghindari apa yang dimurkai oleh Allah.”[24]
Al-Marâghi menjelaskan bahwa sesungguhnya yang takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya dan mematuhi hukuman-Nya hanyalah orang-orang yang mengetahui tentang kebesaran dan kekuasaan Allah atas hal-hal apa saja yang Dia kehendaki, dan bahwa Dia melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Karena orang yang mengetahui hal itu, dia yakin tentang hukuman Allah atas siapa pun yang bermaksiat kepada-Nya. Maka dia merasa takut dan ngeri kepada Allah karena khawatir mendapat hukuman-Nya tersebut.[25]
Sehubungan dengan ayat diatas, Rasulullah SAW Bersabda: Rasulullah SAW melakukan sesuatu lalu beliau memberi rukhshah (keringanan) mengenai sesuatu itu. Namun ada suatu kaum yang menghindarinya. Ketika hal itu didengar oleh Nabi saw. Lalu beliau pun berkhutbah. Beliau memuji Allah lalu bersabda, ‘Kenapakah ada kaum yang menghindari sesuatu yang aku perbuat. Demi Allah sesungguhnya aku adalah yang paling tahu tentang Allah dan paling takut kepada-Nya di antara mereka.” (H. R. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam ayat ini bertemu kalimat ulama, yang berarti orang-orang yang berilmu. Dan jelas pula  bahwa ilmu itu adalah luas sekali. Alam disekeliling kita, sejak dari air hujan yang turun dari langit menghidupkan bumi yang telah mati sampai kepada gunung-gunung menjulang langit, warna-warni pada gunung, sampai yang lain-lain yang disebutkan manusia, binatang melata, binatang ternak dan berbagai warna, sungguh menakjubkan dan meyakinkan tentang kekuasaan Allah. Diujung ayat dijelaskan:
š$yJ¯RÎ) Óy´øƒs ©!$# ô`ÏB ÍnÏŠ$t6Ïã (#às¯»yJn=ãèø9$# 3 žcÎ) ©!$# îƒÍtã îqàÿxî ÇËÑÈ
Artinya :”sesungguhnya Allah maha perkasa, lagi maha pengampun,”(ujung ayat 28).
Maka nampaklah bahwa memang Allah itu Maha Perkasa. Sebesar itu alam keliling, hanya patuh menuruti qudrat iradatNya. Namun kita manusia kerapkali lupa akan kebesaran ilahi itu, sehingga kerapkali terlanggar perintah berbuat dosa. Namun apabila telah insaf dan mohon ampun, dia tetap akan mengampuni.[26]
Tentang ulama, atau orang-orang yang berpengetahuan, Ibnu Katsir telah menafsirkan:”tidak lain orang yang akan merasa takut kepada Allah itu hanyalah ulama yang telah mencapai ma’rifat, yaitu mengenal tuhan memiliki hasil kekuasaan dan kebesaranNya. Maha Besar, Maha Kuasa, Yang Maha Mengetahui, yang mempunyai sekalian sifat kesempurnaan dan yang punya”Al-Asma-ul Husnaa”(nama-nama yang indah). Apabila ma’rifat bertambah sempurna dan ilmu terhadapNya bertambah matang, ketakutan kepadaNya pun bertambah besar dan bertambah banyak. Thahir Ibn ‘Asyur menulis bahwa yang dimaksud dengan ulama adalah orang-orang yang mengetahui tentang Allah dan syari’at. Sebesar kadar pengetahuan tentang hal itu sebesar itu juga kadar kekuatan khasyat/takut. Adapun ilmuwan dalam bidang yang tidak berkaitan dengan pengetahuan tentang Allah: serta pengetahuan tentang ganjaran dan balasan-Nya yakni pengetahuan yang sebenarnya, maka pengetahuan mereka itu tidaklah mendekatkan mereka kepada rasa takut dan kagum kepada Allah. Seorang yang alim yakni dalam pengetahuannya tentang syari’at tidak akan samar baginya hakikat-hakikat keagamaan. Dia mengetahuinya dengan mantap dan memperhatikannya serta mengetahui dampak baik dan buruknya, dan dengan demikian dia akan mengerjakan atau meninggalkan satu pekerjaan berdasar apa yang dikehendaki Allah serta tujuan syari’at. Kendati dia pada satu saat melanggar akibat dorongan syahwat, atau nafsu atau kepentingan duniawi, namun ketika itu dia tetap yakin bahwa ia melakukan sesuatu yang berakibat buruk, dan ini pada gilirannya menjadikannya meninggalkan pekerjaan itu atau menghalanginya berlanjut dalam kesalahan tersebut sedikit atau secara keseluruhan. Adapun seorang yang bukan alim, tetapi mengikuti jejak ulama maka upayanya serupa dengan upaya ulama dan rasa takutnya lahir dari rasa takut ulama.  Demikian lebih kurang pendapat Ibn ‘Asyur.[27]
Ibnu Abbas mengatakan:”Alim sejati diantara hamba Arrahman ialah yang mempersekutukan diadengan sesuatu pun, dan yang halal tetap halal dan yang haram tetap haram, serta memelihara perintahNya dan yakin bahwa akan bertemu dengan dia, lalu selalu memiliki dan menghitung amalnya sendiri.[28]
Abdullah bin Mas’ud berkata:”bukanlah seorang dikatakan alim karena dia banyak hafal hadis. Alim sejati ialah yang banyak khasyyah atau takutnya kepada tuhan.”[29]
Al’alim adalah orang yang sangat berpengetahuan atau orang yang mempunyai ilmu pengetahuan mendalam. Pada mulanya akar kata yang terdiri dari kata (‘ain, lam, mim) artinya adanya bekas pada sesuatu yang dengan bekas itu sesuatu tersebut berbeda dengan lainnya. Tanda pada sesuatu disebut juga dengan alamat. ‘Alam juga berarti bendera atau gunung, karena keduanya menjadi tanda. Kata ilmu juga terkait dengan arti  akar kata ini, karena dengan ilmu seseorang akan berbeda dengan orang yang tidak berilmu. Kata al-ulama di tujukan kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang luas dalam bidang apa saja. Dalam konteks keislaman biasanya ungkapan ini untuk menunjukkan kepada orang yang sangat dalam pengetahuan agamanya.[30]
Imam malik berkata:”ilmu bukanlah karena banyak menghapal riwayat hadis, bahkan ilmu adalah nur yang dinyalakan Allah dalam hati.” Suatu riwayat yang dibawakan dari sufyan tsauri:” ulama itu tiga macam, yaitu:
1.      Alim yang mengenal Allah dan perintah Allah
2.      Alim yang mengenal Allah tetapi tidak mengenal perintah Allah
3.      Alim yang tidak mengenal perintah Allah tetapi mengenal Allah
Adapun alim yang mengenal Allah dan mengenal perintah Allah ialah yang takut kapada Allah dan mengenal batas-batas dan perintah serta larangan. Alim yang mengenal Allah tetapi tidak mengenal perintah Allah ialah yang takut kepada Allah tetapi tidak melaksanakan perintahnya karena tidak tahu. Alim yang tidak mengenal perintah Allah tetapi mengenal Allah ialah yang sangat tahu batas-batas dan perintah Allah tetapi tidak ada rasa takut kepada allah.[31]
      Kita dapat mengatakan bahwa yang nomor 3 inilah yang banyak sekarang, sehingga Nur atau cahaya itu dicabut tuhan dari dirinya, sehingga pengetahuaannya tentang yang halal dan haram, hanyalah laksana pengetahuan yang seorang pokrol bambu yang dapat memutar-mutar ayat bagaimana orang yang ditanya senang hati menanyakan. Apabila direnungkan ayat 27 dan 28 ini, jelaslah bahwa jangkauan ulama itu amatlah luas. Nampaklah bahwa guru bukanlah semata-mata kitab saja. Alam itu sendiri termasuk kitab yang terbuka luas. Ada juga pepatah “alam terbentang jadikanlah guru!” Setelah berguru dengan alam maka terbukalah hijab dan jelaslah tuhan dengan serba-serbi kebesaran dan keagunganNya,lalu timbullah rasa takut kalau-kalau  umur telah terbuang percuma saja. Dengan demikian jelas pula bahwa ulama bukanlah sempit hanya sekedar orang yang tahu hukum-hukum agama secara terbatas, dan bukan hanya orang yang mengkaji kitab fiqh, dan bukan pula ditentukan oleh jubah dan serban besar.malahan kadang-kadang dalam perjalanan sejarah telah kerapkali agama terancam bahaya karena serban besar.[32]
Teringatlah kita akan ucapan Syaikh Muhammad Abduh ketika dekat-dekat ajalnya:
”tidakkah aku peduli jika ada orang berkata: Muhammad telah sembuh atau telah penuh orang mengerumuninya(karena telah meninggal) namun keinginanku hanyalah agama ini; aku ingin perbaikannya, aku beri ingat, jangan agama dirusakkan oleh pengaruh serban.”[33]
      Yang beliau maksudkan ialah orang-orang yang disebut golongan ulama karena pengetahuannya yang sangat terbatas tentang kitab-kitab agama, tetapi fahamnya sangat sempit, tidak dapat mempertimbangkan soal-soal yang diluar dari jangkauan fikirannya. Kadang-kadang dia sendiri tidak insaf akan kekurangannya, tidak pula pandai membatasi diri, sehingga banyaklah yang bid’ah dijadikanya sunnah, yang khurafat  dijadikannya agama, dan serta-merta menuduh orang kafirkalau tidak sesuai dengan apa yang difikirkannya. [34]
Dari ayat, hadis dan atsar di atas dapat dipahami dengan jelas bahwa ilmu pengetahuan itu memudahkan orang menuju surga. Hal itu mudah dipahami karena dengan ilmu, seseorang mengetahui akidah yang benar, cara-cara beribadah dengan benar, dan bentuk-bentuk akhlak yang mulia. Selain itu, orang berilmu mengetahui pula hal-hal yang dapat merusak akidah tauhid, perkara-perkara yang merusak pahala ibadah, dan memahami pula sifat dan akhlak-akhlak jelek yang perlu dihindarinya. Semuanya itu akan membawanya ke surga di akhirat, bahkan kesejahteraan di dunia ini.[35]
Selain hadis di atas, terdapat pula hadis semakna yaitu:Abu Dada’ berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Siapa yang menempuh jalan mencari  ilmu, akan dimudahkan Allah jalan untuknya ke surga. Sesungguhnya Malaikat menghamparkan sayapnya karena senang kepada pencari ilmu. Sesungguhnya pencari ilmu dimintakan ampun oleh orang yang ada di langit dan bumi, bahkan ikan yang ada dalam air. Keutamaan orang berilmu dari orang yang beribadah adalah bagaikan kelebihan bulan malam purnama dari semua bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris Nabi. Nabi tidak mewariskan emas dan perak, tetapi ilmu. Siapa yang mencari ilmu hendaklah ia cari sebanyak-banyaknya.[36]
Abdullah bin Amru bin al-Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu secara langsung dari semua hamba. Ia mengambil ilmu dengan cara mewafatkan para ulama, sehingga apabila ulama habis, manusia akan mengangkat orang bodoh menjadi pemimpin. Mereka ditanya (oleh umat) lalu berfatwa tanpa ilmu. Akibatnya, mereka sesat dan menyesatkan (umat).[37]
Mencari ilmu adalah  suatu aktivitas yang memiliki tantangan. Tantangan itu dapat berbentuk biaya, waktu, kesehatan, kecerdasan dan lain sebagainya. Orang yang mampu menghadapi tantangan itu adalah  orang yang memiliki keikhlasan dan semangat rela berkorban. Ada orang yang tidak sukses dalam menuntut ilmu karena tidak sabar dalam berjuang menghadapi tantangan. Ketika menuntut ilmu, seseorang tidak dapat mencari uang bahkan sebaliknya menghabiskan uang. Bagi orang yang tidak memiliki tabungan uang, maka ia akan mengalami kesulitan untuk mencari ilmu pengetahuan terutama pada jalur pendidikan formal. Demikian juga dengan tantangan yang lain.[38]
Bagi orang yang beriman, tantangan itu tidak perlu menjadi hambatan. Sebab selain tantangan, ia juga memiliki motivasi yang sangat besar. Orang-orang yang mencari ilmu dengan ikhlas akan dibantu oleh Allah dan akan dimudahkan baginya jalan menuju surga. Yang dimaksud dengan dimudahkan Allah baginya jalan menuju surga adalah ilmunya itu akan memberikan kemudahan kepadanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menyebabkannya masuk surga. Karena ilmunya, seseorang itu mengetahui kewajiban yang harus dikerjakannya dan larangan-larangan yang harus dijauhinya. Ia memahami hal-hal yang dapat merusak akidah dan ibadahnya. Ilmu yang dimilikinya membuat ia dapat membedakan yang halal dari yang haram. Dengan demikian,  orang yang memiliki ilmu pengetahuan itu tidak merasa kesulitan untuk mengerjakan hal-hal yang dapat membawanya ke dalam surga.[39]

2.5 Aspek-Aspek Tarbawi
1)      Ayat ini menguraikan tentang bukti-bukti kekuasaan Allah SWT. Ayat ini menggaris bawahi juga kesatuan sumber materi namun menghasilkan aneka perbedaan. Sperma yang menjadi bahan penciptaan dan cikal bakal kejadian manusia dan binatang pada hakikatnya Nampak tidak berbeda antara satu dan yang lain. Dan disinilah letak satu rahasia dan misteri gen.[40]
2)      Ayat ini pun mengisyaratkan bahwa factor genetic lah yang menyebabkan tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia tetap memiliki cirri khasnya dan tidak berubah hanya disebabkan oleh habitat dan makananya.[41]
3)      Dalam ayat ini terdapat dua hal yang perlu digaris bawahi. Pertama, penekanannya pada keanekaragaman serta perbedaan yang terhampar dibumi, ini mengandung arti bahwa keanekaragaman dalam kehidupan merupakan keniscayaan yang dikehendaki Allah termasuk dalam hal ini perbedaan pendapat dalam bidang ilmiah, bahkan keanekaragaman tanggapan manusia menyangkut kebenaran kita-kita suci, penafsiran kandungannya, serta bentuk pengamalannya. Kedua, mereka yag memiliki pengetahuan tentang fenomena alam dan social, dinamai oleh al-qur’an.diatas terbaca bahwa ayat ini berbicara tentang fenomena alam dan social, dituntun agar mewarnai ilmu mereka dengan nilai spiritual dan agar dalam penerapannya selalu mengindahkan nilai-nilai tersebut. [42]




BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dari ayat 27 dan 28 tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: Tanda-tanda kekuasaan Allah ialah diturunkannya hujan, tumbuhlah tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan buah-buahan yang beraneka ragam.Demikian juga manusia, binatang-binatang diciptakan Allah bermacam-macam warna jenisnya sebagai tanda kekuasaanNya.
Yang benar-benar mengetahui tanda-tanda kekuasaan Allah dan mentaatinya hanyalah ulama, yaitu orang-orang yang mengetahui secara mendalam kebesaran Allah. Dia Maha Perkasa menindak orang-orang kafir, Maha Pengampun kepada hamba-hambanya yang beriman dan taat.

3.2   Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca terutama mahasiswa, agar dapat menambah ilmu yang dimilikinya.kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan makalah yang selanjutnya.


 DAFTAR PUSTAKA
Hamka, terjemahan Tafsir Al-azharr,Pustaka Nasional PTE LTD Singapura,2003.
Musthafa Al-Maraghi, Ahmad,Tafsir Al-Maraghi, CV Toha Putra, juz 22, Semarang, 1989.



















[2] Ahmad mushtafa al-maraghi, tafsir Al-maraghi,(semarang;CV toha putra semarang,1989);hal.210
[3] Ibid, hal.210
[4] Ibid, hal. 211
[5] Ibid, hal.211
[6] Hamka,tafsir Al-azhar, (singapura;Pustaka Nasional PTE LTD Singapura,2003)hal,5928
[7] Ibid, hal. 5928
[9] Loc.cit
[10] opcit, hal:5928
[11] Ibid, hal.5929
[12] Loc.cit, hal.5929
[14] Loc.cit, hal.3
[15] Hamka, tafsir Al-azhar, (singapura;Pustaka Nasional PTE LTD Singapura,2003)hal,5930
[16] Ibid, hal.5930
[17] ibid, hal.5930
[19] Loc.cit
[20]opcit, hal.5931
[21] Ahmad mushtafa al-maraghi, tafsir Al-maraghi,(semarang;CV toha putra semarang,1989);hal.213
[22] Ibid,hal.214
[24] ibid,hal.214
[25] Loc.cit
[26] Ibid, hal. 5931
[28] Ahmad Mushtafa al-Maraghi, tafsir Al-maraghi,(Semarang;CV Toha Putra Semarang,1989);hal.213
[29] Ibid,hal.214
[30] Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid VIII, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 160
[31] Ibid,hal.5932
[32] Loc.cit
[34] Opcit, hal. 5933
[36] Loc.cit
[37] Opcit,hal. 5933
[38] Ibid, hal. 5933
[39] Ibid, hal. 5934
[41] Loc.cit
[42] Loc.cit


[1] Hamka, tafsir Al-azhar, (singapura;Pustaka Nasional PTE LTD Singapura,2003)hal,5884
[2] Ibid, hal. 5884