MAKALAH
“Solusi Pendidikan di Indonesia”
Multiple intellegences
Makalah Ini Di susun Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Profesi Keguruan
![]() |
Dosen pembimbing:
Muhammad Solihin, S.Ag. M .Pd.I
Disusun oleh :
Kelompok 4
YULI NOFRIANI
SRI HARTATI
NURHIDAYAH
YURMATUTI
YAYASAN
NURUL ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
(YASNI) MUARA BUNGO
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan
kehadirat Allah Swt, Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga pembuatan makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini berjudul “Solusi Pendidikan Di Indonesia ( Mutiple Intellegences)”. Makalah ini berisikan beberapa konsep
dari pendapat para ahli.
Dalam pembuatan makalah ini
tentunya tidak terlepas dari bantuan teman-teman mahasiswa dan dorongan dari
dosen pembimbing, untuk itu kami tak lupa mengucapkan terimah kasih yang
sedalam-dalamnya semoga amal ibadah kita diterima disisi Allah Swt. Makalah ini tentunya masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritikan dan saran yang sifatnya membangun sangat
penulis harapakan demi kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.
Muara Bungo, 28 Mei 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR
ISI...................................................................................................................... iii
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah.............................................................................................. 2
1.3
Tujuan Penulisan................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Indikator Sekolah Unggul................................................................................. 3
2.2 Strategi Pembelajaran MI.................................................................................. 6
2.3 Penilaian Autentik............................................................................................. 10
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan........................................................................................................ 13
3.2
Saran.................................................................................................................. 13
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................... 14
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan indonesia semakin hari kualitasnya
semakin rendah. Berdasarkan Survey united nations educational, scientific and
cultural organization (UNESCO), terdapat kualitas pendidikan di negara-negara
berkembang Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara.
Sedangkan untuk kualitas para guru, kualitasnya berada pada level 14 dari 14
negara berkembang. Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di indonesia
adalah karena lemahnya para guru dalam mengali potensi anak. Para pendidik
seringkali memaksaan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat,
dan bakat yang dimiliki siswanya.
Kelemahan para pendidik
kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan
seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang
membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik
adalah memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif, itu harus dilakukan sebab
pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa di arahkan. Melihat banyaknya
masalah pendidikan di indonesia maka di butuhkan solusi tepat untuk
mengatasinya. Solusi yang dapat membatu pemerintah untuk meringankan beban
pendidikan di indonesia. Untuk membantu mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan
adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan,
menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan
untuk pendidikan yang lebih baik. Untuk mengatasi masalah-masalah, sepertinya
rendahnya kualitas sarana, rendahnya kualitas, dan lain-lain seperti sistemik
dan teknis.
Solusi untuk
masalah-masalah dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan
kualitas sistem pendidikan. Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut
diharapkan pendidikan di indonesia dapat bangkit keterpurukannya, sehingga
dapat menciptakan generasi-generasi baru yang ber-SDM tinggi, berkpribadian
pancasila dan bermartabat. Jadi, dari latar belakang tersebut pemakalah
bermaksud untuk mengembangkan bagaimana mengatasi masalah-masalah pendidikan
dengan solusi-solusi pendidikan yang akan kami bahas.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana Solusi-solusi Pendidikan di Indonesia ?
b. Bagaimana Kesalahpahaman dalam penggunaan MIR ?
c. Bagaimana Strategi Pembelajaran MI ?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui solusi-solusi Pendidikan di Indonesia?
b. Untuk mengetahui kesalahpahaman dalam penggunaan MIR ?
c. Untuk mengetahui strategi Pembelajaran MI ?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Indikator Sekolah Unggul
a. The best input atau the best process
` Sekolah unggul adalah sekolah yang
fokus pada kualitas proses pembelajaran, bukan pada kualitas input siswanya.
Kualitas proses pembelajaran bergantung pada kualitas para guru yang bekerja
disekolah tersebut. Apabila kualitas
guru di sekolah tersebut baik, mereka akan berperan sebagai “agen pengubah”
siswanya. Sekolah unggul adalah sekolah yang para gurunya mampu menjamin semua
siswa yang di bimbingnya kerah perubahan yang baik, bagaimanapun kualitas akademis
dan moral yang mereka miliki. Dengan kata lain, sekolah yang gurunya mampu
mengubah kualitas akademis dan moral siswanya dari negatif menjadi positif,
itulah sekolah unggul.
Resiko bagi
pengurus sekolah yang berani mengklaim sekolahnya adalah sekolah unggul :
mereka harus dengan senang hati menerima semua siswa apa adanya, tanpa pandang
bulu, dan tanpa memilih siswa dengan tes seleksi. Ini karena, prinsip sekolah
tersebut : tidak ada siswa yang bodoh. Lantas bagaimana penerimaan siswa baru
jika tidak ada siswa yang bodoh? Bagaimana cara menilai dan mengukur
perkembangan kemajuan siswa dan sekolah tersebut terutama dalam hal
keberhasilan proses belajar mengajar.
Ada terdapat
beberapa sekolah yang berani berbeda dalam proses penerimaan siswa (PSB). Sekolah
ini menggunakan alat riset yang bernama multiple intelligences research (MIR)
dalam PSB. MIR bukan alat tes seleksi masuk, melainkan sebuah riset yang
ditunjukkan kepada siswa dan orang tuanya untuk mengetahui kecenderungan siswa
yang paling menonjol dan berpengaruh. Melalui MIR, siswa dan guru dapat
mengetahui banyak hal. Seperti :
1) Grafik kecenderungan kecerdasan siswa
2) Gaya belajar siswa
3) Dan kegiatan kreatif yang di sarankan yang berbeda antara siswa
satu dengan yang lainnya.
Setiap hasil MIR menyatakan
bahwa pada hakikatnya tidak ada siswa yang bodoh, setiap siswa yang bodoh.
Setiap siswa pasti memiliki kecenderungan kecerdasan yang merupakan hasil dari
kebiasaan-kebiasaan siswa dalam berinteraksi, baik dengan dirinya sendiri
maupun dengan pihak lain. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa sekolah uggul adalah
sekolah yang memanusiakan manusia, dalam arti menghargai potensi yang ada pada
diri anak. Sekolah yang membuka pintunya pada semua siswa, bukan dengan
menyeleksinya dengan tes-tes formal yang memiliki interval nilai berupa
angka-angka untuk menyatakan batasan diterima atau tidak.
Kesimpulan dari indikator
sekolah unggul adalah pemerataan sekolah unggul di setiap daerah akan lebih
cepat terwujud apabila tidak ada tes seleksi yang bersifat kognitif untuk
menentukan seorang siswa di terima atau di tolak masuk sekolah yang di
inginkanya. Setiap sekolah harus berani menjadi sekolah manusia, sekolah yang
terbuka untuk menerima siswa dalam berbagai kondisi.
b. Multiple Intelligences Research (MIR)
1. MIR dan Gaya Belajar Anak
Bobbi deporter, presiden learning forum california USA
dan penulis berbagai buku tentang quantum menjelaskan bahwa proses belajar
mengajar yang terjadi antara guru dan siswa dapat divisualisasikan dengan
membayangkan diri kita berada dalam ruangan yang gelap gulita, ketika sebuah
senter dinyalakan, selisih waktu antara munculnya cahaya yang terpantul di
dinding dengan saat jari kita menekan tombol “On” pada senter tersebut sangat
cepat bahkan hampir bersamaan. Inilah yang dinamakan quantum.
Dalam proses pembelajaran, seharusnya kecepatan otak
siswa menangkap informasi dari guru adalah 1.287 km/jam, sama dengan kecepatan
cahaya yang keluar dari senter dan memantul di dinding. Banyak siswa yang gagal mencerana informasi
dari gurunya di sebabkan oleh ketidaksesuaian gaya mengajar guru dengan gaya
belajar siswa.
Gaya belajar dimiliki oleh guru atau pemberi
informasi. Pada dasarnya :
a) Gaya mengajar adalah strategi transfer informasi yang di berikan
oleh guru kepada siswanya.
b) Gaya belajar adalah bagaimana sebuah informasi dapat di terima
dengan baik oleh siswa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Howard
Gardner, ternyata gaya belajar siswa tercermin dari kecenderungan kecerdasan
yang dimiliki oleh siswa tersebut. Menurut konsep Howard bahwa kecerdasan
seseorang itu tidak berkembang, tidak statis. Kecerdasan seseorang lebih banyak
berkaitan dengan kebiasaan, yaitu prilaku yang diulang-ulang.
2. MIR dan Bakat Anak
Potensi bakat itu harus di picu.
Kita sebagai orang tua adalah faktor eksternal yang dapat menjadi pemicu anak
untuk memunculkan bakat yang sesuai dengan kecerdasan yang dimiliki. Intervensi
faktor eksternal ini sangat penting untuk memunculkan bakat anak yang
terpendam. Masa yang paling tepat untuk menemukan bakat anak adalah ketika anak
memasuki golden age, yaitu sejak baru lahir hingga berusia 8 tahun. Dari
itulah fungsi penting hasil MIR yaitu :
a) Sebagai data informasi tentang kondisi psikologis kecerdasan
anak.
b) Sebagai anjuran kepada orang tua untuk melakukan berbagai aktivitas
kebiasaan atau kegiatan kreatif yang disarankan untuk diterapkan pada anaknya
guna “memancing”bakat anak tersebut.
Namun sekolah formal tempat
anak-anak belajar kebanyakan justru mamasung bakat siswanya. Sekolah formal
seringkali tidak memberikan kesempatan dan peluang bagi siswanya untuk
mengembangkan bakat mereka melalui metode belajar yang cocok. Bahkan, terkadang
sekolah formal secara terang-terangan menghambat dan akhirnya mematikan
bakat-bakat tersebut.
2.2 Strategi Pembelajaran MI
a. Kesalahan Penerapan MI di Sekolah
1. MI bukan Bidang Studi
Hasil penelitian yang dilakukan pada 2003 terhadap
sekolah-sekolah di indonesia yang menerapkan multiple intellegences (MI)
memberikan kesimpulan bahwa hampir semua sekolah terjebak pada pemahaman bahwa multiple
intellegences adalah bidang studi. Kesalahpahaman ini muncul karena
kemiripan istilah jenis kecerdasan yang dimunculkan oleh Horward Gardner dan
nama bidang studi.
Kecerdasan
matematis-logis disamakan dengan bidang studi matematika; kecerdasan lunguistik
dianggap bidang studi bahasa Indonesia; kecerdasan musik dinggap bidang studi
musik, menyanyi, dan memainkan alat-alat musik; kecerdesan kisnestis adalah
bidang studi olahraga dan seterusnya. Pemahaman yang benar harus bermula dari
pengertian sejarah penemuan multiple intellegences yang awalnya merupakan teori
kecerdasan dalam ranah kognitif. Ketika ditarik ke dunia edukasi, MI menjadi
sebuah strategi pembelajaran untuk materi apapun dalam semua bidang studi. Inti
strategi pembelajaran ini adalah bagaimana guru mengemas gaya mengajarnya agar
mudah ditangkap dan dimengerti oleh siswanya, serta menghasilkan kemampuan guru
membuat siswa tertarik dan berhasil.
2. MI bukan Kurikulum
MI adalah strategi pembelajaran berupa rangkaian
aktivitas belajar yang merujuk pada indikator hasil belajar yang sudah
ditentukan dalam silabus. Memang, penerapan strategi MI berdampak langsung
terhadap model kurikulum yang di tetapkan sekolah atau dinas pendidikan
setempat. MI sebagai strategi belajar akan sulit di terapkan pada dunia
pendidikan yang mengacu pada kurikulum berbasis materi hanya melihat dan
menilai keberhasilan siswa dalam belajar secara parsial, yaitu dengan melihat
sedikit banyaknya pengetahuan dan hafalan bidang studi. Sebaliknya, MI akan
menjadi kekuatan yang besar untuk memajukan pendidikan dan kompetensi siswa
apabila diterapkan pada kurikulum berbasis kompetensi yang komprehensif.
KTSP adalah kurikulum berbasis kompetensi yang
memberikan kewenangan cukup besar kepada satuan pendidikan untuk mendesain
kurikulum dan silabusnya dengan variasi strategi pembelajaran yang menarik.
Artinya, MI sebagai strategi pembelajaran sesuai dengan kurikulum nasional yang
diterapkan pemerintah. Sekolah-sekolah yang menerapkan MI tidak perlu merasa
was-was karena anggapan MI tidak sesuai dengan kurikulum.
a) Penyakit disteachia
Thomas Amstrong Ph.D, sangat ahli dalam
mengaplikasikan strategi multiple intellegences di dalam kelas. Beliau
meneliti puluhan siswa unik yang di transfer dari sekolah-sekolah normal,
lengkap dengan kelemahannya. Setelah diteliti ternyata hasilnya sungguh luar
biasa, mereka adalah anak-anak yang kreatif dan cerdas. Akhirnya Amstrong memutuskan
untuk meneliti sekolah-sekolah normal yang pernah mengirimkan anak-anak
tersebut, setelah diteliti ternyata banyak guru-guru di sekolah yang terkena
penyakit DISTEACHIA artinya salah mengajar. Disteachia mengandung tiga virus ,
yaitu :
1) Teacher Talking Time
2) Task Analysis
3) Tracking
b. Strategi Pembelajaran MI
1. Teater Aristoteles
Awalnya program
ini sedikit mendapat sambutan , setelah bebrapa saat, program ini menjadi
program favorite para siswa. Teater
aristoteles tiba-tiba menjadi ajang mengeluarkan pendapat dan menumpahkan
unek-unek yang selama ini disimpan dalam hati siswa. Dampak dari strategi
pertunjukan di depan umum ternyata cukup jitu untuk merangsang siswa-siswa
mempelajari topik yang awalnya sulit dengan mengubahnya menjadi show yang
menarik untuk disampaikan si sepan umum, seperti seorang Aristoteles yang
memberi kuliah si depan khalayak umum. Model belajar seperti ini dapat mengasah
hampir semua jenis kecerdasaan yang dimiliki oleh para siswa.
2. Hilter dan Film Down Fall
Movie learning adalah salah satu strategi pembelajaran
yang berkaitan dengan kecerdasan spasial visual. Film down fall adalah film
dokumenter tentang perang dunia II antara jerman dan rusia. Film analisis film
ternyata sangat disukai siswa. Daya analisis mereka terpacu sehingga mereka
menjadi kreatif dalam beropini bagai pengamat ahli yang mengomentari sebuah
penomena politik. Guru yang memandu film tersebut dapat memberikan ujian
kognitif dengan soal berbentuk esai kepada siswa untuk mengetahui hasil belajar
mereka.
c. Merancang Strategi Pembelajaran
1. Paradigma Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah,
antara guru sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Ada
dua pihak yang harus bekerja sama apabila proses pembelajaran ingin berhasil.
Apabila kerja sama ini tidak berjalan mulus, proses belajar yang dijalani
gagal. Maksud gagal dalam hal ini adalah indikator hasil belajar yang sudah
ditetapkan dalam silabus tidak berhasil diraih oleh siswa. Pola kerja sama yang
harus diketahui oleh guru adalah proses pembelajaran yang bersifat dua arah
pada hakikatnya adalah dua proses yang berbeda :
a)
Proses pertama, guru
mengajar atau memberikan presentasi.
b)
Proses kedua, siswa belajar
dan siswa beraktivitas.
Jadi paradigma belajar mengajar yang harus diyakini oleh
guru adalah ketika guru mengajar, belum tentu siswa ikut belajar, bisa saja
siswanya mengantuk
2. Modalitas Pembelajaran
Modalitas belajar adalah cara informasi masuk ke otak
melalui otak yang kita miliki. Pada saat informasi tersebut akan ditangkap oleh
indra, maka bagaimana informasi dan kekuatan otak menangkap informasi dan
kekuatan otak menyimpan informasi tersebut dalam ingatan atau memori. Terdapat
tiga macam modalitas :
a) Visual yaitu mengakses citra visual, warna, gambar, catatan dan
hal-hal lain yang terkait.
b) Auditorial yaitu mengakses segala jenis bunyi, suara, musik,
nada dan sebagainya.
c) Kinestetik yaitu mengakses segala jenis gerak, aktivitas tubuh,
emosi, dan sebagainya.
3. Memori Jangka Panjang
Stategi pembelajaran yang baik adalah mengaitkan materi
yang diajarkan dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari yang mengandung
keselamatan hidup. Jika strategi yang digunakan bersangkutan dengan pengalaman
atau suatu aktivitas yang membuat anak bergerak, berpartisipasi, melibatkan
emosi yang kuat. Kondisi emosi siswa yang bergelora pada saat menerima
informasi dari proses belajar menyebabkan pengalaman pembelajaran tersebut
diserap oleh otak dan masuk ke memori jangka panjang sehingga menjadi
pengalaman yang tak terlupakan seumur hidup dan hindarkan oemberian materi
secara hambar dan membosankan. Informasi
yang masuk ke memori jangka panjang di otak :
a) Terkait dengan keselamatan hidup
b) Memiliki muatan emosi yang kuat terhadap seseorang
c) Memberikan penghargaan terhadap eksistensi diri.
d) Mempunyai frekuensi yang tinggi (selalu diulang-ulang)
d. Menjadi Guru Multiple Intellegences
Setiap unsur sekolah punya andil yang besar untuk
menyukseskan konsep multiple intellegences. Elemen terpenting adalah
guru. Sekolah unggul yang menganut konsep the best process dapat
berhasil apabila didukung oleh guru ;yang profesional. Menjadi guru profesional
berarti menjadi guru yang tidak pernah berhenti belajar. Aset terbesar dan
paling bernilai disebuah sekolah adalah guru yang berkualitas. Syarat mendasar
guru profesional adalah :
1.
Bersedia Terus Belajar
2.
Membuat Rencana
Pembelajaran sebelum mengajar
3.
Bersedia di Observasi
4.
Selalu tertantang untuk
meningkatkan kreativitas
5.
Memiliki karakter yang
baik.
2.3 Penilaian Autentik
a. paradigma Penilaian Autentik
Penilaian
kompetensi memiliki batasan :
1. Pengukuran tunggal tidak sukup untuk memberikan
gambaran/informasi tentang kemampuan, ketrampilan, pengetahuan dan sikap
seorang siswa.
2. Hasil penilaian tidak mutlak dan tidak abadi karena siswa terus
berkembang sesuai dengan pengalaman belajar yang dialaminya.
Atas dasar konsep tersebut, penilaian autentik
merupakan perubahan paradigma yang fundamental jika dibandingkan dengan
carapenilaian sebelumnya. Paradigma penilaian autentik yaitu :
a) penilaian menekankan pada kompetensi yang diajarkan
b) membantu siswa lemah untuk berkembang
c) penilaian kompetensi cenderung membengun semangat kerja sama
d) penilaian menitikberatkan pada tiga ranah, yaitu kognitif,
psikomotorik, dan afektif
e) pengumpulan informasi nilai dengan tes dan non tes.
Teori multiple intellegences
menawarkan perombakan yang cukup pundamental dalam penilaian sebagai output
sebuah proses pembelajaran.
Teori ini menganjurkan sistem
yang tidak bergantung kepada tes standar atau tes yang didasarkan pada nilai
formal, tetapi lebih banyak didasarkan pada penilaian autentik yang mengacu
pada kriteria khusus dengan tes yang memiliki acuan spesifik dan ipsative.
(1) Konsep dasar
a) Tes berkualitas = tes yang dapat dikerjakan
b) Ability test, bukan disability test
c) Discovering ability
Penilaian berbasis proses
Taksonomi bloom
(2) Konsep ipsative
Penilaian autentik menganut konsep ipsative, yaitu
perkembangan hasil belajar siswa diukur dari perkembangan siswa itu
sendiri sebelum dan sesudah mendapatkan
materi pembelajaran. Perkembangan siswa baru yang satu tidak boleh dibandingkan
dengan siswa yang lain. Oleh karena itu, penilaian autentik tidak mengenal
ranking. Dengan ranking, hanya eksistensi siswa tertentu saja yang dihargai
sedangkan yang lain tidak mendapat perhatian.
b. Metode Penilaian Autentik
Metode penilaian autentik sangat berkaitan dengan
aktivitas pembelajaran. Semakin banyak aktivitas pembelajaran mampu dinilai
dalam fortofolio, semakin baik pula hasil pembelajaran tersebut. Hal-hal
mendasar yang perlu diperhatikan dalam metode penilaian autentik :
1. Dalam penilaian autentik, kemajuan siswa di lihat dari
kompetensi siswa tersebut dalam menerima pembelajaran kompetensi siswa dari
keseluruhan proses pembelajaran
2. Pada saat sebuah proses pembelajaran berlangsung, saat itulah
waktu yang sangat pas untuk mengambil penilaian.
3. Dengan paradigma penilaian ini, penilaian siswa dilakukan stelah
proses pembelajaran sehari-harinya. Pada saat sebuah sistem sekolah ingin
mengetahui penilaian siswa pada tiga bulan, enam bulan, dan sterusnya maka
dipakai metode average(rata-rata) dari kompetensi yang terangkum dalam
portofolio.
c. Alat Penilaian Autentik
1) Penilaian kognitif
a) Tes lisan, berupa pertanyaan lisan yang digunakan untuk
mengetahui daya serap siswa terhadap masalah yang berkaitan dengan kognitif.
b) Tes tertulis, untuk mengungkap penguasaan siswa dalam aspek
kognitif mulai dari jenjang pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
sitensis, sampai evaluasi
2) Penilaian psikomotorik
a) Tes kertas dan pensil
b) Tes identifikasi
c) Tes simulasi
d) Tes work sample and project
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia. Faktor-faktor yang menjadikan diantaranya
adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya
pendidikan rendahnya prestasi siswa dan sebagainya. Sebenarnya yang menjadi
masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa
sebagai objek, sehingga manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman
dan bukan hanya kritis terhadap zamannya. Maka dengan mengubah pola pikir
masyarakat dan lembaga pendidikan di harapkan mampu mengubah sisten pendidikan
menjadi lebih berkualitas untuk mengembangkan potensi anak didik.
3.2 Saran
Pemakalah
menyadari bahwa didalam
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu demi pemahaman kita
bersama, mari kita membaca dari buku-buku lain yang bisa menambah ilmu dan
pengetahuan kita tentang tasawuf di era modern dan penulis sangat mengharapkan
kritik maupun saran yang sifatnya membangun.
DAFTAR
PUSTAKA
Munif Chatif, 2009, Sekolahnya
Manusia, Bandung : Mizan Pustaka
__________, 2011, Gurunya Manusia, Bandung
: Mizan Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar