Rabu, 22 Juni 2016

makalah solusi pendidikan di indonesia multiple intellegensi

MAKALAH
“Solusi Pendidikan di Indonesia”
Multiple intellegences 
Makalah Ini Di susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Profesi Keguruan
 







  
Dosen pembimbing:
Muhammad Solihin, S.Ag. M .Pd.I

 Disusun oleh :
 Kelompok 4
YULI NOFRIANI
 SRI HARTATI
NURHIDAYAH
YURMATUTI


YAYASAN NURUL ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
(YASNI) MUARA BUNGO
2016


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt, Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya  sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “Solusi Pendidikan Di Indonesia ( Mutiple Intellegences)”. Makalah ini berisikan beberapa konsep dari pendapat para ahli.
Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan teman-teman mahasiswa dan dorongan dari dosen pembimbing, untuk itu kami tak lupa mengucapkan terimah kasih yang sedalam-dalamnya semoga amal ibadah kita diterima disisi Allah Swt. Makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritikan dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapakan demi kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.



Muara Bungo, 28 Mei 2016


Penyusun












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar  Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Indikator Sekolah Unggul................................................................................. 3
2.2  Strategi Pembelajaran MI.................................................................................. 6
2.3  Penilaian Autentik............................................................................................. 10         
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................ 13
3.2 Saran.................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 14

 BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Pendidikan indonesia semakin hari kualitasnya semakin rendah. Berdasarkan Survey united nations educational, scientific and cultural organization (UNESCO), terdapat kualitas pendidikan di negara-negara berkembang Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kualitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang. Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam mengali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksaan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat, dan bakat yang dimiliki siswanya.
Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif, itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa di arahkan. Melihat banyaknya masalah pendidikan di indonesia maka di butuhkan solusi tepat untuk mengatasinya. Solusi yang dapat membatu pemerintah untuk meringankan beban pendidikan di indonesia. Untuk membantu mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan untuk pendidikan yang lebih baik. Untuk mengatasi masalah-masalah, sepertinya rendahnya kualitas sarana, rendahnya kualitas, dan lain-lain seperti sistemik dan teknis.
Solusi untuk masalah-masalah dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di indonesia dapat bangkit keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang ber-SDM tinggi, berkpribadian pancasila dan bermartabat. Jadi, dari latar belakang tersebut pemakalah bermaksud untuk mengembangkan bagaimana mengatasi masalah-masalah pendidikan dengan solusi-solusi pendidikan yang akan kami bahas.

1.2  Rumusan Masalah
a.       Bagaimana Solusi-solusi Pendidikan di Indonesia ?
b.      Bagaimana Kesalahpahaman dalam penggunaan MIR ?
c.       Bagaimana Strategi Pembelajaran MI ?

1.3  Tujuan Penulisan
a.       Untuk mengetahui solusi-solusi Pendidikan di Indonesia?
b.      Untuk mengetahui kesalahpahaman dalam penggunaan MIR ?
c.       Untuk mengetahui strategi Pembelajaran MI ?






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Indikator Sekolah Unggul
a.      The best input atau the best process
`           Sekolah unggul adalah sekolah yang fokus pada kualitas proses pembelajaran, bukan pada kualitas input siswanya. Kualitas proses pembelajaran bergantung pada kualitas para guru yang bekerja disekolah tersebut.  Apabila kualitas guru di sekolah tersebut baik, mereka akan berperan sebagai “agen pengubah” siswanya. Sekolah unggul adalah sekolah yang para gurunya mampu menjamin semua siswa yang di bimbingnya kerah perubahan yang baik, bagaimanapun kualitas akademis dan moral yang mereka miliki. Dengan kata lain, sekolah yang gurunya mampu mengubah kualitas akademis dan moral siswanya dari negatif menjadi positif, itulah sekolah unggul.
Resiko bagi pengurus sekolah yang berani mengklaim sekolahnya adalah sekolah unggul : mereka harus dengan senang hati menerima semua siswa apa adanya, tanpa pandang bulu, dan tanpa memilih siswa dengan tes seleksi. Ini karena, prinsip sekolah tersebut : tidak ada siswa yang bodoh. Lantas bagaimana penerimaan siswa baru jika tidak ada siswa yang bodoh? Bagaimana cara menilai dan mengukur perkembangan kemajuan siswa dan sekolah tersebut terutama dalam hal keberhasilan proses belajar mengajar.
Ada terdapat beberapa sekolah yang berani berbeda dalam proses penerimaan siswa (PSB). Sekolah ini menggunakan alat riset yang bernama multiple intelligences research (MIR) dalam PSB. MIR bukan alat tes seleksi masuk, melainkan sebuah riset yang ditunjukkan kepada siswa dan orang tuanya untuk mengetahui kecenderungan siswa yang paling menonjol dan berpengaruh. Melalui MIR, siswa dan guru dapat mengetahui banyak hal. Seperti :
1)      Grafik kecenderungan kecerdasan siswa
2)      Gaya belajar siswa
3)      Dan kegiatan kreatif yang di sarankan yang berbeda antara siswa satu dengan yang lainnya.
Setiap hasil MIR menyatakan bahwa pada hakikatnya tidak ada siswa yang bodoh, setiap siswa yang bodoh. Setiap siswa pasti memiliki kecenderungan kecerdasan yang merupakan hasil dari kebiasaan-kebiasaan siswa dalam berinteraksi, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan pihak lain. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa sekolah uggul adalah sekolah yang memanusiakan manusia, dalam arti menghargai potensi yang ada pada diri anak. Sekolah yang membuka pintunya pada semua siswa, bukan dengan menyeleksinya dengan tes-tes formal yang memiliki interval nilai berupa angka-angka untuk menyatakan batasan diterima atau tidak.
Kesimpulan dari indikator sekolah unggul adalah pemerataan sekolah unggul di setiap daerah akan lebih cepat terwujud apabila tidak ada tes seleksi yang bersifat kognitif untuk menentukan seorang siswa di terima atau di tolak masuk sekolah yang di inginkanya. Setiap sekolah harus berani menjadi sekolah manusia, sekolah yang terbuka untuk menerima siswa dalam berbagai kondisi.

b.      Multiple Intelligences Research (MIR)
1.    MIR dan Gaya Belajar Anak
Bobbi deporter, presiden learning forum california USA dan penulis berbagai buku tentang quantum menjelaskan bahwa proses belajar mengajar yang terjadi antara guru dan siswa dapat divisualisasikan dengan membayangkan diri kita berada dalam ruangan yang gelap gulita, ketika sebuah senter dinyalakan, selisih waktu antara munculnya cahaya yang terpantul di dinding dengan saat jari kita menekan tombol “On” pada senter tersebut sangat cepat bahkan hampir bersamaan. Inilah yang dinamakan quantum.
Dalam proses pembelajaran, seharusnya kecepatan otak siswa menangkap informasi dari guru adalah 1.287 km/jam, sama dengan kecepatan cahaya yang keluar dari senter dan memantul di dinding.  Banyak siswa yang gagal mencerana informasi dari gurunya di sebabkan oleh ketidaksesuaian gaya mengajar guru dengan gaya belajar siswa.
Gaya belajar dimiliki oleh guru atau pemberi informasi. Pada dasarnya :
a)      Gaya mengajar adalah strategi transfer informasi yang di berikan oleh guru kepada siswanya.
b)      Gaya belajar adalah bagaimana sebuah informasi dapat di terima dengan baik oleh siswa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Howard Gardner, ternyata gaya belajar siswa tercermin dari kecenderungan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa tersebut. Menurut konsep Howard bahwa kecerdasan seseorang itu tidak berkembang, tidak statis. Kecerdasan seseorang lebih banyak berkaitan dengan kebiasaan, yaitu prilaku yang diulang-ulang.

2. MIR dan Bakat Anak
Potensi bakat itu harus di picu. Kita sebagai orang tua adalah faktor eksternal yang dapat menjadi pemicu anak untuk memunculkan bakat yang sesuai dengan kecerdasan yang dimiliki. Intervensi faktor eksternal ini sangat penting untuk memunculkan bakat anak yang terpendam. Masa yang paling tepat untuk menemukan bakat anak adalah ketika anak memasuki golden age, yaitu sejak baru lahir hingga berusia 8 tahun. Dari itulah fungsi penting hasil MIR yaitu :
a)      Sebagai data informasi tentang kondisi psikologis kecerdasan anak.
b)      Sebagai anjuran kepada orang tua untuk melakukan berbagai aktivitas kebiasaan atau kegiatan kreatif yang disarankan untuk diterapkan pada anaknya guna “memancing”bakat anak tersebut.
Namun sekolah formal tempat anak-anak belajar kebanyakan justru mamasung bakat siswanya. Sekolah formal seringkali tidak memberikan kesempatan dan peluang bagi siswanya untuk mengembangkan bakat mereka melalui metode belajar yang cocok. Bahkan, terkadang sekolah formal secara terang-terangan menghambat dan akhirnya mematikan bakat-bakat tersebut.

2.2 Strategi Pembelajaran MI
a.      Kesalahan Penerapan MI di Sekolah
1.    MI bukan Bidang Studi
Hasil penelitian yang dilakukan pada 2003 terhadap sekolah-sekolah di indonesia yang menerapkan multiple intellegences (MI) memberikan kesimpulan bahwa hampir semua sekolah terjebak pada pemahaman bahwa multiple intellegences adalah bidang studi. Kesalahpahaman ini muncul karena kemiripan istilah jenis kecerdasan yang dimunculkan oleh Horward Gardner dan nama bidang studi.
 Kecerdasan matematis-logis disamakan dengan bidang studi matematika; kecerdasan lunguistik dianggap bidang studi bahasa Indonesia; kecerdasan musik dinggap bidang studi musik, menyanyi, dan memainkan alat-alat musik; kecerdesan kisnestis adalah bidang studi olahraga dan seterusnya. Pemahaman yang benar harus bermula dari pengertian sejarah penemuan multiple intellegences yang awalnya merupakan teori kecerdasan dalam ranah kognitif. Ketika ditarik ke dunia edukasi, MI menjadi sebuah strategi pembelajaran untuk materi apapun dalam semua bidang studi. Inti strategi pembelajaran ini adalah bagaimana guru mengemas gaya mengajarnya agar mudah ditangkap dan dimengerti oleh siswanya, serta menghasilkan kemampuan guru membuat siswa tertarik dan berhasil.
 
2.    MI bukan Kurikulum
MI adalah strategi pembelajaran berupa rangkaian aktivitas belajar yang merujuk pada indikator hasil belajar yang sudah ditentukan dalam silabus. Memang, penerapan strategi MI berdampak langsung terhadap model kurikulum yang di tetapkan sekolah atau dinas pendidikan setempat. MI sebagai strategi belajar akan sulit di terapkan pada dunia pendidikan yang mengacu pada kurikulum berbasis materi hanya melihat dan menilai keberhasilan siswa dalam belajar secara parsial, yaitu dengan melihat sedikit banyaknya pengetahuan dan hafalan bidang studi. Sebaliknya, MI akan menjadi kekuatan yang besar untuk memajukan pendidikan dan kompetensi siswa apabila diterapkan pada kurikulum berbasis kompetensi yang komprehensif.
KTSP adalah kurikulum berbasis kompetensi yang memberikan kewenangan cukup besar kepada satuan pendidikan untuk mendesain kurikulum dan silabusnya dengan variasi strategi pembelajaran yang menarik. Artinya, MI sebagai strategi pembelajaran sesuai dengan kurikulum nasional yang diterapkan pemerintah. Sekolah-sekolah yang menerapkan MI tidak perlu merasa was-was karena anggapan MI tidak sesuai dengan kurikulum.
a)      Penyakit disteachia
Thomas Amstrong Ph.D, sangat ahli dalam mengaplikasikan strategi multiple intellegences di dalam kelas. Beliau meneliti puluhan siswa unik yang di transfer dari sekolah-sekolah normal, lengkap dengan kelemahannya. Setelah diteliti ternyata hasilnya sungguh luar biasa, mereka adalah anak-anak yang kreatif dan cerdas. Akhirnya Amstrong memutuskan untuk meneliti sekolah-sekolah normal yang pernah mengirimkan anak-anak tersebut, setelah diteliti ternyata banyak guru-guru di sekolah yang terkena penyakit DISTEACHIA artinya salah mengajar. Disteachia mengandung tiga virus , yaitu :
1)      Teacher Talking Time
2)      Task Analysis
3)      Tracking

b.      Strategi Pembelajaran MI
1.      Teater Aristoteles
 Awalnya program ini sedikit mendapat sambutan , setelah bebrapa saat, program ini menjadi program favorite  para siswa. Teater aristoteles tiba-tiba menjadi ajang mengeluarkan pendapat dan menumpahkan unek-unek yang selama ini disimpan dalam hati siswa. Dampak dari strategi pertunjukan di depan umum ternyata cukup jitu untuk merangsang siswa-siswa mempelajari topik yang awalnya sulit dengan mengubahnya menjadi show yang menarik untuk disampaikan si sepan umum, seperti seorang Aristoteles yang memberi kuliah si depan khalayak umum. Model belajar seperti ini dapat mengasah hampir semua jenis kecerdasaan yang dimiliki oleh para siswa.
2.      Hilter dan Film Down Fall
Movie learning adalah salah satu strategi pembelajaran yang berkaitan dengan kecerdasan spasial visual. Film down fall adalah film dokumenter tentang perang dunia II antara jerman dan rusia. Film analisis film ternyata sangat disukai siswa. Daya analisis mereka terpacu sehingga mereka menjadi kreatif dalam beropini bagai pengamat ahli yang mengomentari sebuah penomena politik. Guru yang memandu film tersebut dapat memberikan ujian kognitif dengan soal berbentuk esai kepada siswa untuk mengetahui hasil belajar mereka.

c.       Merancang Strategi Pembelajaran
1.      Paradigma Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Ada dua pihak yang harus bekerja sama apabila proses pembelajaran ingin berhasil. Apabila kerja sama ini tidak berjalan mulus, proses belajar yang dijalani gagal. Maksud gagal dalam hal ini adalah indikator hasil belajar yang sudah ditetapkan dalam silabus tidak berhasil diraih oleh siswa. Pola kerja sama yang harus diketahui oleh guru adalah proses pembelajaran yang bersifat dua arah pada hakikatnya adalah dua proses yang berbeda :
a)      Proses pertama, guru mengajar atau memberikan presentasi.
b)      Proses kedua, siswa belajar dan siswa beraktivitas.
Jadi paradigma belajar mengajar yang harus diyakini oleh guru adalah ketika guru mengajar, belum tentu siswa ikut belajar, bisa saja siswanya mengantuk  
2.      Modalitas Pembelajaran
Modalitas belajar adalah cara informasi masuk ke otak melalui otak yang kita miliki. Pada saat informasi tersebut akan ditangkap oleh indra, maka bagaimana informasi dan kekuatan otak menangkap informasi dan kekuatan otak menyimpan informasi tersebut dalam ingatan atau memori. Terdapat tiga macam modalitas :
a)      Visual yaitu mengakses citra visual, warna, gambar, catatan dan hal-hal lain yang terkait.
b)      Auditorial yaitu mengakses segala jenis bunyi, suara, musik, nada dan sebagainya.
c)      Kinestetik yaitu mengakses segala jenis gerak, aktivitas tubuh, emosi, dan sebagainya.
3.      Memori Jangka Panjang
Stategi pembelajaran yang baik adalah mengaitkan materi yang diajarkan dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari yang mengandung keselamatan hidup. Jika strategi yang digunakan bersangkutan dengan pengalaman atau suatu aktivitas yang membuat anak bergerak, berpartisipasi, melibatkan emosi yang kuat. Kondisi emosi siswa yang bergelora pada saat menerima informasi dari proses belajar menyebabkan pengalaman pembelajaran tersebut diserap oleh otak dan masuk ke memori jangka panjang sehingga menjadi pengalaman yang tak terlupakan seumur hidup dan hindarkan oemberian materi secara hambar dan membosankan.  Informasi yang masuk ke memori jangka panjang di otak :
a)      Terkait dengan keselamatan hidup
b)      Memiliki muatan emosi yang kuat terhadap seseorang
c)      Memberikan penghargaan terhadap eksistensi diri.
d)     Mempunyai frekuensi yang tinggi (selalu diulang-ulang)
d.      Menjadi Guru Multiple Intellegences
Setiap unsur sekolah punya andil yang besar untuk menyukseskan konsep multiple intellegences. Elemen terpenting adalah guru. Sekolah unggul yang menganut konsep the best process dapat berhasil apabila didukung oleh guru ;yang profesional. Menjadi guru profesional berarti menjadi guru yang tidak pernah berhenti belajar. Aset terbesar dan paling bernilai disebuah sekolah adalah guru yang berkualitas. Syarat mendasar guru profesional adalah :
1.         Bersedia Terus Belajar
2.         Membuat Rencana Pembelajaran sebelum mengajar
3.         Bersedia di Observasi
4.         Selalu tertantang untuk meningkatkan kreativitas
5.         Memiliki karakter yang baik.

2.3 Penilaian Autentik
a.    paradigma Penilaian Autentik
            Penilaian kompetensi memiliki batasan :
1.      Pengukuran tunggal tidak sukup untuk memberikan gambaran/informasi tentang kemampuan, ketrampilan, pengetahuan dan sikap seorang siswa.
2.      Hasil penilaian tidak mutlak dan tidak abadi karena siswa terus berkembang sesuai dengan pengalaman belajar yang dialaminya.
Atas dasar konsep tersebut, penilaian autentik merupakan perubahan paradigma yang fundamental jika dibandingkan dengan carapenilaian sebelumnya. Paradigma penilaian autentik yaitu :
a)      penilaian menekankan pada kompetensi yang diajarkan
b)      membantu siswa lemah untuk berkembang
c)      penilaian kompetensi cenderung membengun semangat kerja sama
d)     penilaian menitikberatkan pada tiga ranah, yaitu kognitif, psikomotorik, dan afektif
e)      pengumpulan informasi nilai dengan tes dan non tes.
Teori multiple intellegences menawarkan perombakan yang cukup pundamental dalam penilaian sebagai output sebuah proses pembelajaran.
Teori ini menganjurkan sistem yang tidak bergantung kepada tes standar atau tes yang didasarkan pada nilai formal, tetapi lebih banyak didasarkan pada penilaian autentik yang mengacu pada kriteria khusus dengan tes yang memiliki acuan spesifik dan ipsative.   
(1)   Konsep dasar
a)    Tes berkualitas = tes yang dapat dikerjakan
b)   Ability test, bukan disability test
c)    Discovering ability
Penilaian berbasis proses
Taksonomi bloom
(2)   Konsep ipsative
Penilaian autentik menganut konsep ipsative, yaitu perkembangan hasil belajar siswa diukur dari perkembangan siswa itu sendiri  sebelum dan sesudah mendapatkan materi pembelajaran. Perkembangan siswa baru yang satu tidak boleh dibandingkan dengan siswa yang lain. Oleh karena itu, penilaian autentik tidak mengenal ranking. Dengan ranking, hanya eksistensi siswa tertentu saja yang dihargai sedangkan yang lain tidak mendapat perhatian.
b.      Metode Penilaian Autentik
Metode penilaian autentik sangat berkaitan dengan aktivitas pembelajaran. Semakin banyak aktivitas pembelajaran mampu dinilai dalam fortofolio, semakin baik pula hasil pembelajaran tersebut. Hal-hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam metode penilaian autentik :
1.      Dalam penilaian autentik, kemajuan siswa di lihat dari kompetensi siswa tersebut dalam menerima pembelajaran kompetensi siswa dari keseluruhan proses pembelajaran
2.      Pada saat sebuah proses pembelajaran berlangsung, saat itulah waktu yang sangat pas untuk mengambil penilaian.
3.      Dengan paradigma penilaian ini, penilaian siswa dilakukan stelah proses pembelajaran sehari-harinya. Pada saat sebuah sistem sekolah ingin mengetahui penilaian siswa pada tiga bulan, enam bulan, dan sterusnya maka dipakai metode average(rata-rata) dari kompetensi yang terangkum dalam portofolio.
c.       Alat Penilaian Autentik
1)      Penilaian kognitif
a)      Tes lisan, berupa pertanyaan lisan yang digunakan untuk mengetahui daya serap siswa terhadap masalah yang berkaitan dengan kognitif.
b)      Tes tertulis, untuk mengungkap penguasaan siswa dalam aspek kognitif mulai dari jenjang pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sitensis, sampai evaluasi
2)      Penilaian psikomotorik
a)      Tes kertas dan pensil
b)      Tes identifikasi
c)      Tes simulasi
d)     Tes work sample and project



BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Faktor-faktor yang menjadikan diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan rendahnya prestasi siswa dan sebagainya. Sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukan hanya kritis terhadap zamannya. Maka dengan mengubah pola pikir masyarakat dan lembaga pendidikan di harapkan mampu mengubah sisten pendidikan menjadi lebih berkualitas untuk mengembangkan potensi anak didik.

3.2       Saran
Pemakalah menyadari bahwa didalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu demi pemahaman kita bersama, mari kita membaca dari buku-buku lain yang bisa menambah ilmu dan pengetahuan kita tentang tasawuf di era modern dan penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya membangun.




DAFTAR PUSTAKA

Munif Chatif, 2009, Sekolahnya Manusia, Bandung : Mizan Pustaka
 __________, 2011, Gurunya Manusia, Bandung : Mizan Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar