TUGAS MAKALAH
Pendidikan Islam
pada Masa Penjajahan Jepang

DOSEN PENGAMPU:
Opi Teci SS, M.Pd.I
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4 :
YULI NOFRIANI
SRI HARTATI
AL-ADIYAT
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
YAYASAN NURUL ISLAM (YASNI)
MUARA BUNGO
2015
KATA PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua, terutama kepada penulis sehingga dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya.
Tujuan pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Sejarah Pendidikan Islam, selain itu hal yang lebih penting adalah dapat
digunakan oleh pihak terkait sebagai acuan dan juga untuk meningkatkan
profesionalisme dan kualitas pembelajaran.
Makalah ini disusun secara sistematis dan
berdasarkan metode-metode yang ada, agar mudah dipahami sehingga dapat menambah wawasan pemikiran
para pembaca. Dalam penulisan
makalah ini, masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun Saya harapkan dari para pembaca agar dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR
ISI...................................................................................................................... iii
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah.............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Pendidikan Pada Masa Penjajahan
Jepang................................. ......... 3
2.2 Perubahan Pendidikan Pada Zaman
Penjajahan Jepang.................................... 3
2.3 Kebijakan Jepang Terhadap Agama Islam........................................................ 7
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan........................................................................................................ 10
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekuasaan
pemerintah kolonial Belanda berakhir ketika pada tanggal 8 Maret 1942 mereka
menyerah kepada militer kerajaan Jepang. Kemenangan tentara Jepang itu ditandai
dengan penyerahan tanpa syarat oleh panglima tentara Hindia Belanda (Letnan Ter
Poerten) bersama gubernur jendral pemerintah kolonial Belanda (Tjarda Van
Starkenborgh Stachouwer) kepada pimpinan angkatan perang Jepang (Letnan Jendral
Hitoshi Imamora) pada tanggal 2 Maret 1942 di Kalijati. Selanjutnya bangsa
Indonesia berada di bawah kekuasaan pendudukan militerisme Jepang selama hampir
3,5 tahun.
Jepang
menyerbu Indonesia karena kekayaan negeri ini yang sangat besar artinya bagi kelangsungan perang Pasifik dan
sesuai pula dengan cita-cita politik ekspansinya. Dibalik itu, mereka mempropagandakan semboyan Hakko Ichiu
atau semboyan “kemakmuran bersama Asia Timur Raya”. Mereka menyatakan bahwa
mereka berjuang mati-matian
melakukan “perang suci” (melawan sekutu) demi kemakmuran bersama AsiaTimur Raya
dan Jepang sebagai pemimpinnya.
Dalam konsep
Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya tersebut, Jepang akan menjadi
pusat kendali atas delapan wilayah yakni:
Manchuria, daratan Cina, kepuluan Muangtai, Malaysia, Indonesia dan Asia
Rusia. Namun demikian tujuan
pendudukan militer Jepang lama kelamaan menjadi penindasan. Ada dua kebijakan
pemerintah pendudukan militer Jepang
yakni menghapuskan semua pengaruh Barat di Indonesia melalui
“pen-jepang-an” dan memobilisasi segala kekuatan dan sumber yang ada untuk mencapai kemenangan perang Asia
Timur Raya. (Tatang Sy, 2010:217).
Maka tidak ada
pilihan lain kecuali Jepang harus menang di setiap medan pertempuran. Dengan
demikian seluruh kebijakan pemerintah Jepang termasuk kebijakan dalam dunia
pendidikanpun pada dasarnya semata hanya untuk mendukung terwujudnya impian
besar tersebut. Namun demikian bukan berarti kebijakan tersebut tidak ada
dampak pisitifnya bagi masyarakat Indonesia, justru masyarakat Indonesia
terutama umat Islam bisa mengambil keuntungan besar dari kebijakan-kebijakan
Jepang tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Kebijakan apa yang diambil pemerintah Jepang
terhadap pendidikan Islam di Indonesia?
2.
Bagaimanapengaruhdari
kebijakan tersebut bagi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia?
1.3 Tujuan Pembahasan
Pembahasan makalah tentang pendidikan Islam pada masa pemerintahan Jepang
ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui kebijakan
pemerintah Jepang terhadap pendidikan Islam di Indonesia.
2.
Mengetahui pengaruh yang
ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah Jepang tersebut bagi perkembangan
pendidikan Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Pendidikan Pada Masa Penjajahan
Jepang
Sistem pendidikan Belanda yang
selama ini berkembang di Indonesia, semuanya diganti oleh bangsa Jepang sesuai
dengan sisitem pendidikan yang berorientasi kepada kepentingan perang. Tidak
mengherankan bahwa segala komponen sistem pendidikannya ditujukan untuk
kepentingan perang. Adapun karakteristik sistem pendidikan Jepang adalah
sebagai berikut: Dihapusnya “dualisme pendidikan”.
Pada masa Belanda terdapat dua jenis
pengajaran, yaitu pengajaran kolonial dan pengajaran bumi putera, oleh jepang
diganti diganti sisitem seperti itu di hilangkan. Hanya satu jenis sekolah
rendah yang diadakan bagi semua lapisan masyarakat , yaitu: sekolah rakyat
selama 6 tahun , yang ketika itu dipopulerkan dengan nama “Kokumin Gakko” atau
disebut juga sebagai Sekolah Nippon Indonesia ( S N I ). Sekolah-sekolah desa
masih tetap ada dan namanya diganti menjadi sekolah pertama. Serta jenjang
pengajaran pun menjadi:
a.
Sekolah rakyat 6 tahun (termasuk sekolah pertama)
b.
Sekolah menengah 3 tahun
c.
Sekolah menengah tinggi 3 tahun (SMA-nya pada zaman Jepang)[1]
2.1 Perubahan Pendidikan Pada Zaman Penjajahan
Jepang
Dengan
pecahnya Perang Dunia II, yang disebabkan oleh inovasi tentara kerajaan Jepang tanggal 7
Desember 1941, maka runtuhlah sistem pemerintahan kolonial dan sekaligus pula
sistem pendidikan yang ada di dalamnya. Pendidikan masa penjajahan militer
Jepang banyak sedikitnya telah pula mengembangkan berbagai hal positif di dalam
pembinaan sistem pendidikan di Indonesia, meskipun pada dasarnya tujuan
pendidikan pada masa Jepang juga tidak beda jauh dengan pendidikan pada masa
pendudukan Belanda yakni semata-mata untuk mendukung kepentingan penjajah yakni
menyediakan tenaga-tenaga buruh kasar secara cuma-cuma (romusha) dan
prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kepentingan Jepang. Ada beberapa hal berkaitan dengan
pembinaan sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang, yaitu:
1.
Pendidikan untuk kebutuhan
perang Asia Timur Raya.
Tentara
pendudukan Jepang ingin menghapuskan sisa-sisa pengaruh Barat (Belanda) di
dalam masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat antara lain pada kebijakan untuk
menghapuskan bahasa Belanda dalam berbagai tulisan maupun nama toko atau
perkumpulan, kemudian diganti dengan bahasa Indonesia, baik dalam pergaulan
sehari-hari maupun di sekolah-sekolah. Isi pendidikan juga diganti dengan
kebudayaan Jepang.
2.
Dihapusnya sistem dualisme
dalam pendidikan.
Pada masa
Belanda pendidikan formal hanya dapat dinikmati oleh kalangan menengah ke atas,
sementara rakyat jelata sama sekali tidak memiliki kesempatan. Dengan dihapusnya
dualisme dalam pendidikan ini maka siapapun boleh mengenyam pendidikan formal
tanpa ada diskriminasi. Inilah tonggak sejarah demokratisasi pendidikan di
Indonesia.
Sebagai gambaran
diskriminasi yang dibuat Belanda, ada 3 golongan dalam masyarakat yaitu
kelompok kulit putih (Eropa), kelompok
Timur Asing (Cina, India, dll) serta kelompok pribumi. Pola seperti ini
mulai dihilangkan oleh pemerintah Jepang. Rakyat dari lapisan manapun berhak
untuk mengenyam pendidikan formal. Jepang juga menerapkan jenjang pendidikan
formal seperti di negaranya yaitu mulai jenjang Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar)
6 tahun, Sekolah Menengah 3 tahun dan Sekolah Menengah Atas 3 tahun yang
akhirnya diadopsi oleh pemerintah Indonesia serta perguruan tinggi.
3.
Dihapusnya sistem
konkordansi dalam pendidikan.
4.
Bahasa Indonesia mulai
dikembangkan sebagai bahasa pengantar, di samping bahasa Jepang.
5.
Kepedulian Sosial, artinya
lembaga pendidikan diarahkan kepada tujuan perang, mulai pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi.
6.
Pendidikan Kewiraan, yaitu
kurikulum sekolah diarahkan kepada pembinaan pemuda-pemuda untuk menunjang
mesin perang Jepang. Para pemuda dilatih semi militer, baris-berbaris dan
latihan perang-perangan. Secara
lebih mendetail tentang kebijakan pemerintah Jepang di bidang pendidikan dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Pertama: Mengambil tenaga
pribumi dengan merekrut Ki Hajar Dewantoro sebagai penasehat bidang pendidikan.
Upaya ini dilatarbelakangi pengalaman kegagalan sistem Nipponize
(Jepangisasi)yang mereka jalankan di Manchuria dan China. Karena itulah, di
Indonesia mereka menggunakan format pendidikan yang mengakomodasi kurikulum
berorientasi lokal. Sekalipun menjelang akhir masa pendudukannya, ada indikasi
kuat Jepang menerapkan sistem Nipponize kembali, yakni dengan dikerahkannya
para Sendenbu (propagator Jepang) untuk menghancurkan ideologi Indonesia Raya.
Kedua: melatih guru-guru agar
memiliki keseragaman pengertian tentang maksud dan tujuan pemerintahannya.
Materi pokok dalam latihan tersebut antara lain:
(1) Indoktrinasi ideologi Hakko
Ichiu, yaitu “Kemakmuran Bersama Asia Raya” dengan semboyan Asia untuk Asia;
(2) Nippon Seisyin, yaitu
latihan kemiliteran dan semangat Jepang;
(3) Bahasa, sejarah dan
adat-istiadat Jepang;
(4) Ilmu bumi dengan perspektif
geopolitis; serta
(5) Olahraga dan nyanyian
Jepang. Sementara untuk pembinaan kesiswaan, Jepang mewajibkan bagi setiap
murid untuk rutin melakukan beberapa aktivitas berikut: tiap pagi di
sekolah-sekolah dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”. Upacara pagi dilanjutkan
dengan pengibaran bendera Jepang Hinomaru dan membungkuk untuk menghormat kaisar
Jepang Tenno Heika. Tiap hari para siswa harus mengucapkan sumpah pelajar dalam
bahasa Jepang, melakukan taiso
(senam) dan diwajibkan pula melakukan kinrohoshi
(kerja bakti). Juga dibentuk barisan
murid-murid Sekolah Rakyat dan barisan murid-murid Sekolah Lanjutan.
Ketiga: Jepang menginstruksikan
ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa Belanda, pelarangan materi tentang Belanda
dan bahasa-bahasa Eropa lainnya, sehingga memaksa peranakan China kembali ke
sekolah-sekolah berbahasa Mandarin di bawah koordinasi
Hua-Chino Tsung Hui, yang berimplikasi pada adanya proses resinification (penyadaran dan penegasan
identitas sebagai keturunan bangsa China). Kondisi ini antara lain memaksa para
guru untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa asing kedalam Bahasa Indonesia
untuk kepentingan proses pembelajaran. Selanjutnya sekolah-sekolah yang bertipe
akademis diganti dengan sekolah-sekolah yang bertype vokasional yang bersifat praktis.
Dari uraian di
atas dapat ditarik garis lurus bahwa pendidikan pada masa pendudukan Jepang
bersifat memaksa anak-anak Indonesia agar memiliki jiwa dan semangat sepenuhnya
yang bisa mengabdikan diri pada Jepang dan siap untuk menjadi angkatan perang,
para pelajar diharuskan mengikuti latihan fisik dan militer serta membangun Semangat Jepang (Nippon Seizin) dengan semboyan Asia
Timur Raya atas dasar Kemakmuran Bersama (Common
Prosperity). Sedangkan
penyelenggaraan pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu dapat diikhtisarkan
sebagai berikut:
a.
Sekolah Rakyat (Kokumin
Gakko). Sekolah ini terbuka untuk umum dan semua golongan penduduk. Masa
pendidikan 6 tahun. Termasuk di dalamnya
adalah Sekolah Pertama yang merupakan perubahan nama dari Sekolah Dasar
3 atau 5 tahun bagi kaum pribumi pada masa pendudukan Belanda.
b.
Sekolah Menengah Pertama
(Shoto Chu Gakko), dengan lama pendidikan 3 tahun.
c.
Sekolah Menengah Tinggi
(Koto Chu Gakko) dengan lama pendidikan 3 tahun. Sekolah ini memiliki
pengajaran umum dan ditujukan untuk menyiapkan para pelajar guna melanjutkan
pada sekolah tinggi.
d.
Sekolah Kejuruan. Mencakup
sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan,
pelayaran, pendidikan, teknik dan pertanian. Adapun perguruan tinggi yang ada
pada masa pendudukan Jepang adalah: Sekolah Kedokteran Tinggi (Ika Dai Gakko)
di Jakarta, Sekolah Ahli Obat (Yaku Gakko) di Jakarta, Sekolah Kedokteran Gigi
(Shika Gakko) di Surabaya, Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan di Bogor dan Akademi
Pemerintahan.(Afid Burhanuddin, 2011:3). Khusus menyangkut pendidikan Islam,
kebijakan pemerintah Jepang lebih menguntungkan dan memberikan ruang gerak yang
cukup lapang.Maka untuk menarik simpati dari pemeluk Islam yang mayoritas di
tanah jajahan, Jepang menaruh perhatian
yang sangat besar terhadap pendidikan Islam.Terlebih lagi pada awalnya,
pemerintah Jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan Islam yang
merupakan siasat untuk kepentingan perang Dunia II.
2.3 Kebijakan Jepang
Terhadap Agama Islam
Walaupun
kondidsi pendidikan jepang sedemikian parahnya, namun bagi agama islam ada
sedikit nilai positifnya pada masa awal masuknya jepang ke Indonesia, umat
islam penuh harapan bahwab cita-cita kemerdekaan Indonesia dapat terwujud,
dengan masuknya jepang ke Indonesia dan terusirnya belanda. Sebagai umat islam, bangsa Indonesia yang
selama ini merasakan adanya diskriminasi dalam soal kehidupan beragama, dengan
masuknya jepang ke Indonesia akan berakhir. Karena itu, jepang selalu
mengulang-ulang menyampaikan maksudnya menghormati dan menghargai islam. Di
depan ulama, letnan jendral Imamura, pejabat militer jepang tertinggi di jawa
menyampaikan pidato yang isinya bahwa
pihak jepang bertujuan untuk melindungi dan menghormati islam.[2]
Perhatian
Jepang tersebut diberikan dalam bentuk kebijakan yang pada masa pendudukan
Belanda menjadi suatu impian belaka, yaitu:
1.
Mengubah Kantor Voor
Islamistische Zaken (Kantor Urusan Agama) yang pada masa Belanda dipimpin kaum
orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin langsung seorang tokoh muslim
berpengaruh yakni K.H. Hasyim Asy’ari.
2.
Pondok pesantren sering
mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang.
3.
Sekolah Negeri diberi
pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran Islam.
4.
Mengizinkan pembentukan
barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda
muslim di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin.
5.
Mengizinkan berdirinya
Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar
Muzakkir dan Bung Hatta.
6.
Diizinkannya ulama dan
pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan
menjadi cikal-bakal lahirnya TNI di zaman kemerdekaan.
7.
Diizinkannya Majelis Islam
A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, biarpun kemudian dibubarkan dan diganti
dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia(Masyumi) yang membawahi dua ormas besar
Islam yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama’.
Ada satu hal
yang melemahkan dari aspek pendidikan yang diterapkan Jepang yakni penerapan
sistem pendidikan militer. Sistem pengajaran dan kurikulum disesuaikan untuk
kepentingan perang. Siswa memiliki kewajiban mengikuti latihan dasar
kemiliteran dan harus mampu menghapal lagu kebangsaan Jepang. Begitu pula
dengan para gurunya, diwajibkan untuk menggunakan bahasa Jepang dan Indonesia
sebagai pengantar di sekolah menggantikan bahasa Belanda. Untuk itu para guru
wajib mengikuti kursus bahasa Jepang yang diadakan oleh pemerintah Jepang.
Dengan
demikian sistem pendidikan yang diterapkan Jepang di Indonesia memiliki
kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan sistem pendidikan yang diterapkan
Belanda yakni pendidikan masa penjajahan Belanda bersifat lebih liberal namun
terbatas untuk kalangan tertentu saja,sementara pada masa Jepang konsep
diskriminasi tidak ada tetapi terjadi penurunan kualitas secara drastis baik
dari sisi keilmuan maupun mutu murid dan guru. Kondisi ini tidak terlepas dari
target pemerintah Jepang melalui pendidikan, Jepang bermaksud mencetak
kader-kader yang akan mempelopori dan mewujudkan konsep kemakmuran bersama Asia
Timur Raya yang diimpi-impikan Jepang.
Satu hal yang
menarik untuk dicermati adalah adanya pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah
Jepang agar masyarakat Indonesia terbiasa melakukan penghormatan kepada Tenno
(Kaisar) yang dipercayai sebagai keturunan dewa matahari (Omiterasi Omikami).
Sistem penghormatan kepada kaisar dengan cara membungkukkan badan menghadap
Tenno, disebut dengan Seikeirei. Penghormatan Seikerei ini, biasanya diikuti
dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang (kimigayo). Tidak semua rakyat
Indonesia dapat menerima kebiasaan ini, khususnya dari kalangan Agama.
Penerapan Seikerei ini ditentang umat Islam, salah satunya perlawanan yang
dilakukan KH. Zainal Mustafa, seorang pemimpin pondok pesantren Sukamanah Jawa
Barat. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Singaparna.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Kebijakan-kebijakan
pemerintah Jepang dalam kaitannya dengan pendidikan Islam cukup banyak, seperti
diajarkannya pendidikan agama di sekolah-sekolahyang dikelola Jepang,
didirikannya perguruan tinggi Islam serta memberikan perhatian dan bantuan
terhadap pondok pesantren.
Kebijakan
Jepang tersebut memberikan pengaruh cukup besar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan Islam mengingat selama dalam pendudukan Belanda,
pendidikan bagi rakyat menjadi hal yang sangat langka dan hanya bisa dinikmati
orang-orang tertentu saja. Sedangkan pada masa Jepang pendidikan Islam
khususnya diberi ruang penuh untuk berkembang biarpun tetap dalam pengawasan
Jepang. Namun yang perlu digarisbawahi adalah bahwa tidak ada bangsa penjajah
di manapun yang rela bangsa yang dijajahnya lebih pintar dari yang menjajah. Dengan
kata lain kebijakan yang digariskan Jepang tersebut pada dasarnya semata-mata
untuk mengeksploitasi kekuatan Islam demi mendukung kepentingan Jepang di tanah
jajahan (Indonesia). Ini terbukti pada
puncak Perang Dunia II ketika Jepang mengalami tekanan hebat dari sekutu, maka
mulai saat itu pula Jepang menampakkan sikap kesewenang-wenangan sebagai
penjajah yang mengakibatkan penderitaan lahir batin rakyat Indonesia, khususnya
orang-orang Islam sebagai penduduk mayoritas.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin, Afid, Pendidikan
Indonesia masa Jepang , 2011.
Tatang Sy, Landasan
Historis Pendidikan Indonesia, file 2010.
Walidrahmanto.blogspot.com/2011/06/ pendidikan islam pada masa penjajah, 2011
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar